With You.

Original Fiction. Day 8 of #OCstober2022.

When I'm with you, I feel like the happiest person.


Jejak langkah kaki mengitari taman, membuat aku merasakan linglung sesaat. Ya, itu adalah aku; seseorang yang sedari tadi mondar-mandir mengitari taman.

Rasanya, aku tak pernah bersikap seperti ini ketika bersama Fauraza. Mungkinkah tiada yang aneh terhadap diriku? Kata Fauraza pula, Ryutatsu akan berkunjung kemari.

Astaga ... Aku tak bisa berpikir jernih sekarang. Bagaimana bisa, aku menghadapi Ryu saat ini? Lupakan, kalau tadinya aku tampak bersemangat.

Ya, siapa yang tidak bersemangat ketika bertemu seorang yang dikagumi? Sekilas, aku mungkin menyukainya. Ah, tidak dia orang favoritku.

Haha. Tidak mungkin aku berkata seperti itu, bukan? Faktanya aku adalah laki-laki, jadi hal tersebut tidak akan mungkin. Namun menjadi fanboy sepertinya tidak buruk.

“Shuu?”

Sial. Aku tak mengira dia akan cepat datang. Langsung kutolehkan kepala menatapnya, dan mengagumi polesan mimik wajah disana. Sangat indah, ya?

“Ah, iya. Rupanya Facchan benar-benar melakukannya, ya?” ujarku, seraya tersenyum.

Namun, dia malah menatapku seolah tak menyukai hal tersebut. Astaga, sepertinya aku telah melakukan kesalahan. Tapi, tapi, kalian memang harus lihat wajahnya begitu menggemaskan!

“Ya, dia melakukannya. Padahal aku sedang sibuk sekarang,” balasnya cuek.

Aduh, ini masalah besar. Ayolah, pikirkan caranya. Uh, sebentar disana aku melihat bangku, haruskah aku mengajaknya kesana dan menghiburnya? Tidak, kenapa aku harus berpikir dulu.

Aku tertawa, karenanya menimbulkan reaksi Ryutatsu; kakaknya Fauraza, sekarang terlihat seperti menagih maksud mengapa aku tertawa.

“Ahaha, kau bisa menolak melakukannya, kok. Aku pun tak memaksa, ah, apakah Fauraza yang memaksa?” tebakku. Semoga hal itu benar.

Dia hanya berdeham. “Tidak juga,” katanya. Aku mengerjapkan mata beberapa kali. “Aku sekadar ingin, tidak boleh memangnya?” sambungnya, dengan air muka yang tak bisa aku jabarkan.

“Boleh dong! Kapan lagi aku bisa berduaan sama Ryu-chan, kalau bukan sekarang?” Aku merangkulnya, sehingga dia kaget.

Dia kelihatan seperti orang yang sedang ingin mengontrol detak jantungnya. Apakah ia sekaget itu? Baiklah, aku harus meminta maaf, nanti.

“Padahal, kita sudah sangat sering bertemu. Apakah waktunya kurang? Lalu, jangan memanggilku seperti itu. Aku ‘kan sudah mengingatkan,” sahutnya, membuat aku terkekeh.

Aku menggenggam tangannya menuju ke suatu bangku dan menyebabkan dia sekarang menggerutu, “Shuu! Bicara dulu kalau mau mengajakku kemari, jangan asal tarik.”

“Tidak apa-apa. Lalu untuk pertanyaan tadi ..., iya, sangat kurang.”

“Apa maksudmu?”

“Ya, bisa dirimu pikirkan. Kalau keseharianmu berada didepan tugas dan pekerjaan, kecuali liburan.”

“Oh, kalau itu ....”

Ryutatsu tak melanjutkan perkataannya. Membuat diriku berkedut, tidak menyukai respon seperti tadi.

Segera aku menghela napas. Entah mengapa sekarang aku ingin menenggelamkan diri dibahu Ryutatsu. Tapi, bisa saja ia tak menginginkan hal tersebut. Lantas, aku memalingkan wajah darinya.

“Aku tidak tahan.”

“Hei, ada apa?”

“Maaf, kalau tadi sedikit ...,” Aku malah menggantung ucapan, karena kalimat setelahnya tak ingin keluar dari mulut ini.

“Tidak mengapa. Aku mengerti, lagi pula aku telah diberitahukan oleh Fauraza dan Shiyu, mengenai dirimu.”

Mataku yang terpejam, langsung melototinya. “A-apa?” Aku masih tidak percaya, kalau Shiyu memberitahukannya. Kalau Fauraza, ya, itu seperti dirinya saja.

“Kau itu orangnya sulit mengucapkan sesuatu kepada orang yang disukai. Ah, lebih tepatnya kepadaku, benar?”

Serius, katakan padaku sekarang. Apakah dia Hizamara Ryutatsu yang asli? Aku tak bisa percaya, karena dia tak mungkin bersikap seperti itu!

Seolah merasa aku kalah dan dirinya menang. Dia kemudian menepuk pundakku, “Aku merasa sedikit bahagia, kalau ternyata ada orang disekitarku itu mengagumiku. Termasuk dirimu, meski tak bisa kubayangkan awalnya. Terima kasih banyak,” jelasnya.

Lidahku merasa kelu. Tetapi kuusahakan tuk membalas, “I-iya.”

Kalau saja dirimu mengetahuinya. Saat aku bersama denganmu pertama kali, aku merasa bahwa aku adalah orang yang paling bahagia di dunia ini.

Semisal aku bisa jujur, pasti akan kukatakan bahwa dirimu adalah orang yang pertama kali aku kagumi.