Untaian Afeksi.

Original Fiction.

There are many ways to show affection to someone.


Dalam keheningan malam, aktivitas belajar tak begitu mengganggu sang gadis tersebut. Menunggu sesuatu yang kelak akan membuat ia bertambah usia, malah mengingatkan akan kenangan pahit di masa lalu.

Ah, betapa mirisnya kalau diri mengingat masa-masa itu. Tak terhitung banyak hari terlampau semenjak kejadian tersebut diberhentikan. Lekas, sang anak menerpa keterpurukan.

Ia sungguh, tak tahu harus berbuat apa-apa lagi. Selain tidak bisa menampilkan yang terbaik, ia telah melakukan hal bisa saja sangat tidak diterima oleh siapapun.

Pemikiran kilas mundur, setiap ia bertambah usia. Kini, duduk dibangku SMA, ia menatap ulang bingkai foto yang ada di ruangan kamar miliknya.

Besok adalah hari di mana kejadian tersebut terjadi. Benar, hari itu bertepatan pula dengan dirinya yang berulang tahun. Kalau dipikir kembali, kejadian itu sengaja dilakukan tuk memberikan kesan baru terhadap ulang tahunnya, tapi takdir berkata lain.

“Haa, ... Kenapa aku mengingat hal itu lagi?” gumamnya frustrasi.

Ketukan pada ruangan, membuat ia menyahut ketika seseorang kebetulan memanggil namanya. Ia mulai berusaha untuk menetrakan pemikiran dikepala, beranjak dari meja belajar menuju pintu yang ada.

Ketika dirinya membuka pintu, tampaklah seorang pelayan, lebih tepatnya kepala pelayan. “Nona, sudah waktunya makan malam. Apakah Nona ingin menu makanan khusus?”

Ia tersenyum, menanyakan hal itu tentu memperhatikan kesopanannya juga terhadap majikan saat ini. Berupa gelengan yang dia dapatkan, mengerti dari ekspresi yang sedikit berbeda terpancarkan. Kemudian dirinya mengajak sang majikan turut serta menghadiri ruang makan.

Hanya terdapat satu majikan, dan beberapa pelayan. Alasannya karena kediaman anggota keluarga ini berbeda-beda wilayah kenyamanannya. Anggap saja demikian.

Tiada canda tawa yang berlangsung sebagaimana mestinya. Tentu hal ini pula, tak membuat banyak pelayan mengungkapkan sesuatu tanpa permisi. Canggung, itulah kondisi yang sedang terjadi sekarang.

Hingga seharipun berlalu. Itulah harinya. Tiada sahutan dari banyaknya pelayan yang menghuni tempat itu. Sebab, tak ingin menjadikan diri berada dalam posisi yang harus memilih tetap bekerja atau berhenti. Sungguh, hal itu cukup menyulitkan.

Pada akhirnya, kedatangan seseorang yang entah kapan diundang, atau mungkin tanpa diundang?

“Putriku, Fauraza sayang.”

Astaga. Mengapa ia perlu menyaksikan memori sang keluarga majikan, ketimbang menyediakan fasilitas lain seperti memberikan minuman atau mungkin makanan? Pandangan langsung beralih ke dapur, ia mulai memerintahkan pelayan lain untuk bergerak cepat. Sementara dia?

Ah, dia rupanya dipanggil oleh majikan kecil; gadis yang selalu dia kagumi. “Ada sesuatu yang Anda butuhkan?” Tanggapan lagi-lagi berupa gelengan ringan.

“Aku ingin Reinou disini, jangan ke mana-mana.”

Tatapan berganti kepada sang Ibu majikannya. “Tidak masalah, seperti keinginan anakku. Lakukan saja,” sambungnya seolah mengetahui apa yang akan dikatakan oleh dia.

“Baiklah, kalau Anda berkata seperti itu.”

Lalu, sampailah sesi perpisahan. Tak terasa berapa jam yang diberikan tuk ia sekedar berbincang saja. Majikannya sedikit pulih, telah kembali seperti biasa. Terpancar kebahagiaan ringan, memperoleh bentuk lengkungan pada ujung bibir.

“Reinou, kau tidak melupakan sesuatu?” tanya si majikan kecil, ialah Hizamara Fauraza. Meski demikian lebih akrab disapa sebagai Fauraza.

Mengingat nada bicara yang sepertinya telah kembali semula, ia mengukir senyuman. “Tentu saja tidak ada. Kalau begitu, apakah saya boleh melakukannya?” balik ia menyatakan pertanyaan.

Sudut bibir tertarik membentuk senyum meremehkan, ia sedikit tertantang. Apakah yang akan dilakukan pelayan kesayangannya ini di hari spesial dia?

Namun, seperti biasa ia tak akan bisa lepas dari hal seperti sekarang. “Reinou ...,” gerutunya. Gadis itu menampilkan wajah memerah. Dia rindu akan perlakuan ini.

Elusan ringan, tanda bahwa semuanya baik-baik saja, semula memang ditujukan untuk Reinou diawal mereka bertemu. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, kepala pelayannya ini telah berani melakuan hal serupa.

“Sesuai seperti yang Anda harapkan, bukan?”

Secara spontan, Fauraza menunduk. Ia tidak bisa menahan semuanya. Terhadap orang yang selalu menemaninya sedari kecil, bahkan selain keluarganya, memang ada seseorang lain. Tetapi, entah kapan ia mulai terlena akan perilaku seperti ini.

“Ya, selalu.”

Selamat ulang tahun, Nona Fauraza. Kelak, saya akan terus berada disisi Anda kapanpun anda menginginkan saya.”

Langsung saja Nona kecilnya itu menegur. “Eeeeh, jangan begitu~ Aku kan sudah bilang, kalau Reinou jangan ke mana-mana! Tapi, terima kasih, aku sayang banget sama Reinou .... ♪”

Telah berakhir sesi tersebut, menjadikan keelokan tersendiri bagi diri, ucapan selamat untuk menuju tahun selanjutnya agar lebih baik, telah tersampaikan melalui mulut. Pelayan di kediamannya tak sabar mengadakan acara ini, ya, hanya mereka.

Tidak begitu mewah adalah salah satu kemauan dari sang majikan, meski kediamannya ini luas, tak dipungkiri mewah atau sederhananya, kasih sayang dari orang yang ia kenal sangatlah berharga.

“Selamat ulang tahun, Nona.”