Twilight.

Tsukinaga Leo × Reader. Day 3 of #SimpTember 2021.

written by @faudiaryza (Rein).

#FanfictionArchives. #EnsembleStars © Happy Elements K.K, David Production.


Terlepas dari pandangan iris sehijau rumput. Rambut setengah pendek malah terlihat menyatu dengan warna langit. Senja begitu menghangatkan, sebelum menjadikan kedinginan menyeruak.

Angin membaca pikiran, mengacak-acak surai oranye milik dirinya. Semakin berantakan mahkota kepala, masih tak memperdulikan hal tersebut. Kertas-kertas yang Ia pegang ternyata ikut berterbangan.

Erangan kesal terdengar. Mencaci maki angin tak berperasaan. Tidak memerhatikan sekeliling dan hanya berusaha menggapai kertas, yang berterbangan tak kendali.

Seseorang mengambil langkah kaki dia terhenti, menyerahkan beberapa kertas tersebut kepadanya. “Oh! Jangan bilang kau ingin mencuri kertasku?! Kembalikan!”

Tanpa aba-aba tuduhan tanpa permintaan terdengar. Ekspresi kaget tak terbendung, rasa ingin menyingkir dari tempat ini. “Hah? Buat apa aku mencuri kertas, kalau di rumah masih ada? Lagipula, aku kebetulan memungutnya, huh.”

Menyerahkan langsung langsung meninggalkan dirinya. Tapi tangan menjalar ke pergelangan, seraya menghentikan derap kaki. Kembali sosok tadi menoleh ke arah dia. “Sebentar siapa namamu?”

Helaan napas berat dikeluarkan, tak habis pikir dengan sosok dihadapan. Bagaimana bisa melupakan teman sekelasnya sendiri? Memikirkan sering bolos, bisa jadi ingatannya sering terlupakan.

Berdasarkan teman satu unit begitulah sosoknya. “[Full Name] dan aku teman sekelasmu. Bisakah untuk tidak melupakan?” tanya seorang gadis yang tingginya hanya memiliki selisih beberapa senti dengan dia.

Keheningan menjadikan pembatas tak ada diantara keduanya mengambil percakapan. Seolah memikirkan, tampak Leo menatap kertas-kertasnya. Berpikir apakah ada yang Ia lupakan?

“Kalau tidak bicara aku pamit. Oh satu hal, ada baiknya menulis di ruangan tertutup bila tak ingin kertasmu, berterbangan.”

Bila tak ingin tulisan pada kertas hilang

“Wahahaha ☆! Aku tak bisa mendapatkan inspirasi kalau seperti itu,”

simpanlah, atau pergilah di mana tempat teraman berada.

“Tidak mungkin, setiap aku perhatikan ... dirimu selalu memiliki inspirasi, heh?”

Menolak pernyataan kebohongan, kebenaran yang dikatakan. Tak memperdulikan yang terjadi kendati, skenario diberlangsungkan.

“Lho, [Name] memperhatikanku?”

Tidak ada perkataan yang bisa menjawab pertanyan langsung itu. Rasa ingin memutar ulang segalanya.

“Ternyata [Name] dari kecil selalu perhatian, ya. Ah- aku menemukan inspirasi!”

Tangan berjalan menelusuri kertas yang telah diterima. Terpaku akan kata-kata baru saja terdengar, bagaimana bisa? Terus saja otak mengeluarkan kata yang sama.

“Kalau yang lain terlupakan, kenapa hal itu tidak terlupakan?”

Tangan tidak lagi mencorat-coret lembaran kertas pada atas rerumputan. Netra yang begitu cerah dibandingkan rumput. Walau dengan warna yang sama, tetap saja melirik sekilas.

“Entahlah. Aku ingin mengetahuinya juga ....”

Hari itu adalah di mana pertemuan kedua. Di mana sebelumnya senja selalu menjadi saksi bisu pertemuan.

Benar-benar, huh?