Takdir.

Original Fiction.

Destiny, aren't you cruel enough?


Terkadang, untaian takdir tak selalu merestui kehendak makhluk hidup. Namun, seiring berjalannya waktu. Dengan sendirinya takdir berubah mengikuti mereka.

Langkah yang terhenti, dengan netra melebar tak mempercayainya. Sosok dihadapan mulai berkata, “Ya ampun, seriusan?”

Dengan senyuman merekah, dia merasa malu hanya demi mengungkapkan secuil perasaan suka dirinya.

“Um,” suara tanpa perkataan disertai gerakan tangan memainkan jari jemari. Seketika sosok tersebut membuyarkan lamunan dari kegiatannya.

Dia memeluk si gadis berkacamata itu.

Kaget bukan main, dengan wajah yang memerah pula. Tak lupa disertai bisikan dari pendekap tubuh dirinya.

“Aku tak menyangka, ternyata kamu menyukaiku juga.”

Mungkinkah takdir tak selalu kejam? Ah, tidak. Bisa saja inilah takdir ia sesungguhnya.

Merasakan ketidaknyamanan, membuat tak lagi mendekap dalam pelukan. Melainkan sebuah tepukan di kepala pelan si gadis.

“Hanya saja,” ujar dia–lelaki itu–sengaja mengantungkan kalimatnya. Langsung saja, membuat kerutan pada wajah memerah si gadis.

Semakin pula tertunduk pandangannya, tapi pergerakan ringan membuat diri menjadi menatap sosok dia.

“Aku merasa sedikit miris, mengingat takdirmu itu malah jadi begini. Hei, seriusan kamu suka aku?”

Dibuat bungkam, tapi sebetulnya gadis itu tahu. Bagaimana tipikal lelaki di hadapannya saat ini. “Iya, aku sungguh menyukai.”

“Maaf, tapi sepertinya pemikiranmu terlalu berisik deh. Jangan bahas tentang takdir lagi, mengerti?”

Terdiam, mulai memikirkan hal yang tak masuk akal. Seolah paham dengan ekspresi wajah, lelaki itu sekedar mengumbar senyum.

“Aku bisa mendengar suara pikiranmu, tapi tidak apa. Soalnya, kamu beneran suka padaku~ ya, kan?”