Spring Happiness
Toraishi Izumi × Hizafa Rein. #FaureYume; #IzuRein.
Simple happiness of the noblest behavior. written by @dreamereein (Faure).
#FanfictionArchives; #Yumeships. #StarMyu © C-Station, NBCUniversal Entertainment Japan.
Latihan Tim Hiiragi selesai lebih awal pada waktu itu. Padahal, sewaktu Festival Ayanagi mereka bahkan tidak punya waktu untuk sekadar beristirahat. Bertemu dengan Tim Ootori saja hanya beberapa kali, itupun sampai harus diikuti oleh salah seorang leader-nya. Lagi pula, orangnya memang unik juga, sih. Alhasil, anggota Tim Hiiragi tidak heran lagi, kalau orangnya bisa senekat itu.
Meskipun sudah menjelang sore hari, cuacanya masih saja terlihat sangat cerah. Senyuman terlukis pada bibir salah seorang anggota Tim Hiiragi, ia adalah Toraishi Izumi. Netra kelabunya menatap terus ponselnya. Bersyukur semua kegiatan telah berakhir, waktunya ia akan kembali ke asrama dan membersihkan tubuhnya yang penuh keringat, setelah latihan selama beberapa jam.
“Toraishi-kun, mau sampai kapan kau berdiri di situ?” tegur pemuda dengan rambut seindah bunga Sakura, itu adalah Ugawa Akira, teman satu timnya.
Mendengar teguran dari sosok yang familier baginya, sukses mengalihkan atensi pemuda tersebut. “Oh, kalian duluan saja. Aku akan menyusul setelah membalas pesan dari Rein-chan,” ujarnya sembari tersenyum lebar.
“Wah, aku benar-benar tidak mengerti, seorang Rein bisa terpikat sama orang seperti dia.” Sindiran itu secara tidak langsung menyentak keberadaan Toraishi, meskipun ia tahu kalau wataknya Ugawa memanglah demikian.
“Hei, jangan bicara begitu!” tegur Toraishi. Seolah direnggut ketenangannya, dia justru meladeni Ugawa.
“Ya, ya. Lakukan saja sesukamu, aku tidak akan peduli.” Ugawa segera pergi meninggalkan anggota timnya yang lain, tidak mau berurusan lebih banyak dengan Toraishi untuk hari ini. Sepertinya karena latihan kali ini sudah sangat menguras tenaga, jadinya Ugawa tidak memperpanjang perkataannya hingga terjadi pertikaian yang sudah menjadi kebiasaan.
Melihat kepergian Ugawa, ketiga orang lainnya yang tadi menatap Toraishi pun akhirnya memutuskan untuk pergi dahulu. “Toraishi, kami kembali ke asrama duluan, ya.” Itu adalah Tatsumi Rui yang berkata dengan lembut. “Sepertinya, suasana hati Ugawa kurang bagus akhir-akhir ini, jangan terlalu marah padanya, ya?” lanjutnya. Sungguh mulia sekali hatinya, meminta teman satu timnya agar tidak bertengkar dan memaklumi perasaan anggota lain timnya juga. Sungguh leader sejati.
“Ya, tidak masalah~ Nanti, aku akan menyusul.” Syukurnya, suasana hati Toraishi sedang bahagia saat ini.
“Kalau begitu, sampai jumpa nanti, Toraishi-kun,” ujar pemuda dengan rambut cokelat disamping Tatsumi, Sawatari Eigo.
“Toraishi, sampai jumpa nanti!” seru sosok yang berada didekat Tatsumi dan Sawatari. Seorang yang energinya mungkin tidak akan pernah habis. Orang yang selalu ceria dan bahagia. Tanpa ada beban sama sekali.
Melihat kepergian anggota timnya, ia mendengkus kecil. “Ya, sampai nanti,” sahutnya sembari tersenyum. Setidaknya, ia masih akan tersenyum saat temannya pun melontarkan senyum kepada dirinya. Toraishi itu bukanlah pemuda yang irit tersenyum, hanya saja dia membutuhkan waktu-waktu tertentu untuk tersenyum. Terkadang, senyuman Toraishi lebih mirip seperti senyum jahil ketimbang senyum yang tulus. Ia terlalu banyak menggoda seseorang disekitarnya.
Kini ia mengalihkan atensinya lagi ke ponsel yang sedari tadi setia digenggamnya. “Oh apa ini? Rein-chan mengajak aku ketemuan?” Toraishi bertanya-tanya, sejujurnya jarang sekali kalau sosok yang sedari tadi mengirimkan pesan kepadanya itu mengajaknya duluan. Padahal, biasa Toraishi yang lebih sering duluan untuk mengajaknya.
Toraishi membalas pesan sang gadis pujaan hatinya itu. Namun, tak lama kemudian pesan itu dibalas. Sembari menunggu balasannya tadi, Toraishi sempat merapikan tas selempang yang dia bawa, dari asrama ke tempat latihan yang sekarang dipijaki olehnya.
Pesan masuk itu bertuliskan, 'Bagaimana kalau hari ini, sepulang sekolah? Apa Izumi sudah punya rencana?' Ia bahkan menulis balasannya dengan cepat. Tentu saja ia tidak akan mengabaikan kesempatan itu.
Setelah itu, Toraishi bergegas untuk segera kembali ke asrama dan membersihkan tubuhnya dengan baik, karena sudah menghabiskan banyak waktu untuk latihan bahkan sepulang sekolah.
Pesan masuk kembali diterima oleh Toraishi yang berbunyi, 'Kalau begitu, nanti akan aku kabari lagi. Sekarang aku mau kembali ke asrama dulu.'
Saat Toraishi kembali ke asrama, tak disangka ada salah seorang dari Tim Ootori yang menyambutnya, lebih tepatnya leader mereka.
“Toraishi, selamat ulang tahun!” Betapa terkejutnya dia, padahal belum ada selangkah untuk memasuki asrama. Rasanya seolah dicegat oleh sosok pemuda bersurai cokelat muda dengan mata sehijau pepohonan.
“Wah, Hoshitani! Kau membuatku terkejut. Oh, hari ini ulang tahunku?” Toraishi melirik ponsel yang dia genggam, ternyata disana terpampang jelas bahwa sudah tanggal 12 April. Dia benar-benar tidak sadar. Sepertinya, Toraishi baru saja mengerti apa yang sedang terjadi kali ini.
“Kau benar, terima kasih Hoshitani.” Toraisi menepuk pundaknya sambil menyengir. Pantas saja kelihatannya suasana hati Toraishi bisa sebahagia itu, meskipun ternyata ia tetap melupakan salah satu hari penting dalam hidupnya.
“Ah, maaf membuatmu terkejut. Tadinya aku bertanya kepada Tatsumi, kalau kau ternyata masih berada di ruang latihan. Lalu, belum ada beberapa menit mereka masuk ke kamar, kaupun datang.”
“Oh, iya. Tadi setelah latihan selesai, Rein-chan mengirimku pesan dan ingin mengajakku pergi setelah pulang sekolah. Makanya, aku baru saja pulang,” jelas Toraishi.
“Ah~ Rein sudah lebih dahulu, ya?” gumam Hoshitani, sepertinya terdengar oleh Toraishi.
“Ya, setidaknya kalau Hoshitani tidak berkata hal itu kepadaku, bisa saja aku justru seperti orang yang melupakan hari kelahirannya sendiri,” balasnya tertawa renyah. Setelah itu ia pun melanjutkannya, “Padahal, Rein-chan bisa mengucapkan selamat padaku yang pertama kali, sayang sekali. Tapi, tidak masalah! Suasana hatiku sekarang sedang dalam kondisi baik~”
Hoshitani awalnya terkejut mendengar jawaban itu, tetapi begitu ia mendengar perkataan terakhirnya, entah kenapa justru merasa lega. “Ya sudah, aku ke dalam dulu. Boleh tolong minggir? Aku mau segera bertemu dengan Rein-chan, haha.” Sungguh, kalau Toraishi tidak mengatakan hal ini, Hoshitani akan terus menerus berada di depan pintu asrama.
“Oh, maaf! Nanti, jangan pulang larut malam, ya~”
Melihat kepergian Toraishi yang hanya melambaikan tangannya saja, menandakan bahwa ia mendengarkan pernyataan itu. Sepertinya, berkat Hoshitani, dia ingin segera bertemu dengan kekasih pujaan hatinya itu.
Sesampainya di kamar milik Toraishi, tidak terlihat keberadaan teman satu kamarnya. Dia tidak memusingkannya juga, ia memutuskan untuk membersihkan diri dan bersiap untuk bertemu dengan sosok yang selalu didambakan olehnya.
Seorang gadis berambut kelabu, dengan iris mata sehijau tanaman yang selalu memberikan oksigen kepada makhluk hidup. Seberharga itulah sosoknya bagi seorang Toraishi Izumi. Gadis itu akrab disapa Rein, nama panjangnya ialah Hizafa Rein.
Tidak lama setelah Toraishi bersiap, ternyata muncul pesan masuk. Awalnya Toraishi mengira itu dari Rein, tetapi sepertinya bukan. Itu adalah pesan dari Kuga Shu, teman masa kecilnya.
Melihat pesannya yang ternyata mengucapkan, 'Selamat ulang tahun' membuat Toraishi melukis senyuman. Sepertinya, untuk hari ini dia tidak bisa menemuinya. Ia tidak mempermasalahkan hal itu, karena tahu bahwa Kuga memiliki kerjaan sambilan. Sebenarnya, Rein pun seperti itu. Sehingga dirinya sekarang berpikir, apakah tidak akan menyita waktu sang terkasih untuk bekerja malam harinya?
Toraishi memang tidak tahu pasti, jadwal kerja sambilannya Rein. Ia juga berharap kalau tidak membuat gadis itu justru tidak memiliki jatah istirahat, alhasil ia jarang untuk mengajaknya berkencan.
Pada akhirnya, Toraishi memutuskan untuk bertanya mengenai hal ini dengan Rein. Selang beberapa menit kemudian, pesan masuk muncul diponsel milik Toraishi.
Rein menuliskan balasannya, 'Tenang saja~ aku masuk kerjanya sekitar jam tujuh nanti malam.' Toraishi bisa membayangkan betapa santainya Rein saat membaca pesan tersebut. Akan tetapi, Toraishi tetap saja merasa khawatir. Mau bagaimanapun, Rein itu seorang gadis, tidak terlalu bagus keluar malam-malam sekadar untuk bekerja.
Toraishi membalas beberapa kalimat untuk disampaikan kepada Rein. Namun, balasan yang Toraishi dapatkan berupa, 'Hei, tenang saja. Sebelum aku bertemu denganmu, aku sudah lebih dahulu bekerja. Aku bisa untuk menjaga diriku sendiri. Omong-omong, aku sudah selesai bersiap. Nanti aku menunggu di depan gerbang Akademi, ya.'
Toraishi rasanya akan melesat saat itu juga, setelah ia membaca balasan dari Rein. Tentu saja, dia tidak lupa menyempatkan diri untuk membalas pesannya terlebih dahulu.
“Yo, Izumi,” sapa seorang gadis bersurai ungu dengan sedikit helaian rambutnya berwarna lebih muda, dibandingkan rambut lainnya.
Bukan Rein yang menyapanya, melainkan teman akrab Rein. Sosok yang lebih sering bersama salah seorang dari Tim Ootori. “Heh, sepertinya suasana hatimu bahagia sekali. Rein yang mengajakmu pergi duluan, ya~?” goda gadis tersebut. Sungguh, entah kenapa gadis ini lebih berbakat dalam hal menggoda dirinya.
“Izumi, maaf membuatmu menunggu.” Ya, ini barulah suara yang dia rindukan. Sosok yang akhirnya bertemu setelah percakapan panjang di ponsel mereka masing-masing.
“Tidak masalah~”
“Huh? Ya, baiklah! Sudah sana kalian pergi berkencan segera. Jangan menebar kemesraan di depanku,” gerutu gadis berambut ungu tadi.
Gadis itu, Hizamara Fauraza, mendorong Toraishi dan Rein agar supaya menjauh dari hadapannya. Entah mengapa wajah Rein memanas. Ia tidak mengira kalau ajakannya malah terdengar seperti mengajak berkencan. Sementara itu, Toraishi sendiri tampak mengomeli gadis itu. Dia tidak terima karena tiba-tiba saja didorong agar menjauh dari tempat itu.
Pada akhirnya, mereka berdua memutuskan untuk pergi dan tak lupa mengucapkan sampai jumpa kepada gadis tersebut. Melihat kepergian mereka berdua, senyuman terulas diwajah mereka. Setelah itu, tangannya mengambil ponsel dan menghubungi seseorang yang dikenal oleh mereka semua.
Dalam perjalanan Toraishi bersama Rein terasa hening. Entah karena tidak bisa memulai topik, atau justru kepikiran tentang perkataan Fauraza yang berkata bahwa saat ini mereka berdua sedang kencan. Rasanya Rein ingin menangis sekolam sekarang.
Belum sempat Toraishi ingin berbicara, terdengar seorang anak kecil tiba-tiba menangis. Atensi mereka berdua teralihkan, awalnya Rein ingin bertanya dengan anak itu, tetapi Toraishi lebih dahulu menenangkan anak kecil tersebut. Melihat hal itu membuat Rein tersenyum kecil.
“Hei, anak jagoan. Jangan menangis seperti itu,” ujar Toraishi sembari jongkok tuk menyejajarkan tingginya dengan anak kecil itu. Anak kecil itu mungkin sekitaran usia tiga atau empat tahun. Toraishi mengelus pelan kepalanya sewaktu ia berkata demikian.
“Kenapa dirimu menangis? Apa mungkin anak jagoan ini terpisah dengan Ibunya? Tenang saja, ayo kita cari Ibumu bersama-sama!” Anak kecil itu tertawa kecil.
“Um ... Aku terpisah sama Ibuku,” sahutnya pelan. Tetapi, karena Toraishi berada dekat dengannya, sehingga ia bisa mendengar suaranya.
“Tidak apa-apa, sebelum semakin malam, kita bisa ke tempat di mana Ibumu bisa menemukanmu!”
Rein menatap perilaku lembutnya Toraishi pada anak kecil itu. Terlepas dari kebiasaannya yang dahulu, Toraishi memang anak yang lemah lembut terutama kepada wanita dan anak-anak. Rasanya, diantara mereka berdua justru Toraishi yang lebih ahli dalam hal seperti ini.
“Izumi, kita pergi ke tempat petugas yang berjaga disekitar sini,” sahut Rein, sembari membaca aplikasi navigasi yang berada di ponsel miliknya. Setidaknya, Rein masih bisa membantu walaupun sebatas ini saja.
Setelah beberapa menit berlalu akhirnya, tempat yang mereka tuju ditemukan. Ternyata di sana memang sudah ada seorang Ibu yang dari ekspresi wajahnya tampak khawatir. Sampai akhirnya, “Mama!” Mereka berpelukan penuh haru.
Rein yang melihat itu merasa terharu sekali. Meskipun ia sungguh tidak membantu apapun, karena lebih banyak Toraishi yang melakukannya. Akan tetapi, ia justru mendengar Toraishi menangis, walau dengan tangannya menutup matanya itu dan nyaris cukup pelan. Rein tahu, kalau Toraishi memang mudah terpengaruh hal-hal seperti ini. Namun, ia benar-benar tidak pernah menduga kalau Toraishi akan menangis di tempat itu juga.
Rein menepuk bagian punggung Toraishi, menenangkan sosok yang lebih tinggi daripada dirinya. “Jagoan masa menangis,” celetuknya.
Pada akhirnya, Toraishi tidak lagi menangis. Sang Ibu dari anak kecil yang mereka ajak untuk mencari Ibunya tadi, kini mengucapkan beribu terima kasih kepada mereka. Sebuah kisah yang mengharukan. Khususnya, pada hari kelahiran Toraishi Izumi sendiri. Ah, ia jadi membayangkan Ibunya bisa menjadi seseorang yang lebih penyayang.
Melihat kepergian Ibu dan anak kecil itu sembari melambaikan tangannya kepada mereka, justru menjadikan kenangan itu tak terlupakan.
“Ah, Rein-chan. Maafkan aku yang justru tidak memperhatikan dirimu sedari tadi,” ucap Toraishi, terlihat dari raut wajahnya yang tampak menyesal.
Rein hanya tersenyum kecil sembari berkata, “Tidak masalah, lagi pula menolong seorang anak untuk bertemu Ibunya merupakan perilaku yang sangat mulia.”
Mendengar perkataan itu dari Rein, entah kenapa ekspresi wajahnya tak dapat dikondisikan. Perasaannya terlalu banyak dalam satu waktu, ia tak mampu menampung semua ekspresi itu. “Ah ... Begitu, ya. Rein-chan, boleh kita mencari tempat duduk dulu? Kita sudah berjalan hampir beberapa menit,” tawar Toraishi.
Rein sebenarnya memperhatikan ekspresi wajah Toraishi yang berubah terus, rasanya pasti tidak nyaman. Ia menyetujui hal itu, setidaknya mereka gunakan waktu untuk berbicara saja, dibanding menghabiskan banyak tenaga untuk berkeliling tanpa tahu arah.
Mereka berjalan mendekat kesebuah tempat di mana tidak jauh berada pejalan kaki berada yang terkadang berolahraga di sore hari. “Ah, ayo kita duduk di sana, Izumi!” ajak Rein, sembari menunjuk ke arah yang tidak jauh dari mereka.
Tidak menghabiskan banyak waktu akhirnya mereka duduk di sebuah bangku. “Aku akan pergi membeli air minum sebentar, Izumi istirahat saja di sini.”
Baru saja, Rein ingin pergi. Namun, Toraishi tidak ingin membiarkannya pergi. “Tidak lama, kok! Aku akan segera kembali, tenang saja.” Kini adalah saat yang tepat bagi Rein untuk membantu Toraishi beristirahat sejenak.
Rein bisa tahu seberapa padatnya latihan Tim Hiiragi, karena sebelum ini dia mengetahui banyak hal dari Fauraza, teman satu kamarnya di asrama. Awalnya Rein merasa bersalah untuk mengajak Toraishi pergi sepulang sekolah. Tetapi, kerja sambilannya adalah malam hari. Jadi, menurut Rein ia tidak memiliki banyak waktu.
Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya Rein tiba dengan membawakan sebotol minuman itu adalah air putih. Ada banyak energi yang mereka pergunakan seharian ini, terutama Toraishi. Dia menerima pemberian itu dari Rein, tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepadanya.
“Maaf, sepertinya hal tadi membuatku memikirkan sesuatu yang agak mustahil,” ujar Toraishi dengan ekspresinya kembali tenang, setelah ia meminum air pemberian dari Rein.
“Mengenai Ibumu, ya? Maafkan aku juga, semisal perkataanku tadi sedikit menyinggung dirimu.” Sungguh, Rein sebenarnya hanya ingin mengungkapkan kata hatinya, tetapi ia melupakan sesuatu yang paling mustahil untuk Toraishi sendiri.
Terlihat Toraishi mengangguk pelan. “Tidak apa-apa, bukan salahnya Rein-chan juga, kok! Aku justru sangat senang, kalau kamu yang mengajak aku pergi jalan duluan~” Akhirnya sebuah senyuman terlukis dibibir Toraishi. Menandakan bahwa ia benar-benar merasa senang, apalagi melihatnya yang tampak bahagia menantikan dirinya, ia bisa mengerti perbedaan senyum Toraishi.
“Ini mungkin waktunya kurang tepat, tapi aku mau mengucapkan sesuatu kepada Izumi,” ujar Rein, sedari tadi mendengar perkataan dari Toraishi ia sembari mengatur ketenangannya. Sementara dia yang mendengar namanya dipanggil tampak gugup, melihat keseriusan dari Rein.
Rein kemudian berbicara, sembari menggenggam kedua tangan Toraishi. “Terima kasih, karena sudah terlahir kedunia ini. Aku merasa beruntung sekali bisa bertemu dengan orang sebaik Izumi. Seseorang yang perhatian sama anak kecil dan wanita, tidak mungkin rela bahkan sekadar melukai mereka. Sederhana, tetapi Izumi sudah melakukan perbuatan yang begitu mulia. Sungguh, aku tidak tahu harus berkata apalagi ketika melihat Ibu dan anak kecil tadi tampak bahagia,” jelas Rein.
Perkataan tersebut menyentuh lubuk hati seorang Toraishi Izumi. Dia mungkin sudah terbawa suasana dan ingin menangis sekarang.
“Izumi, aku berharap dirimu menjadi orang paling bahagia di dunia. Khusus untuk hari ini, hari paling spesial bagimu. Selamat bertambah usia, Izumi. Aku akan selalu memperhatikan dirimu.”
Air mata Toraishi Izumi mungkin sudah menetes sekarang juga. Namun, kala ia ingin menghapusnya, Rein malah memeluknya erat. Tidak membiarkan orang-orang melihat sang jagoan itu menangis. Napasnya Toraishi mungkin menyentuh bagian lehernya, tetapi khusus untuk kali ini. Ia akan biarkan Toraishi meluapkan segala emosinya. Sebab, akan ada kejutan yang lebih spesial yang untuknya.
Kelopak bunga sakura mulai berjatuhan. Suasana senja sudah hampir menggelap, tanda sore akan segera berakhir. Sudah berapa menit mereka habiskan duduk berdua, dengan Rein yang membenamkan Toraishi dalam pelukannya di sana. Ia mengelus pelan punggungnya.
'Musim semi memang akan selalu menjadi kenangan yang sangat berkesan bagi Toraishi Izumi.'
Malam hampir tiba, disaat itulah Toraishi akhirnya memutuskan kembali ke asrama. Ia sudah mengantar Rein ke tempat kerja sambilannya, meskipun agak memakan waktu sedikit jauh dari asrama. Akan tetapi, sekadar membayangkannya saja sudah membuat dia mengkhawatirkannya lagi.
Sebelum mereka saling mengatakan sampai jumpa besok, Rein sempat berkata, “Nanti kakak kembaranku akan menjemput diriku, tenang saja~” Sebenarnya, Toraishi sendiri memang belum pernah bertemu dengan kembaran Rein. Jadi, ia tidak bisa berbicara banyak hal.
Dalam perjalanan Toraishi menuju asrama, ia merasakan sesuatu yang aneh membuat dirinya sedikit merinding. Sebelum itu, dia juga sudah mencuci wajahnya supaya saat kembali ke asrama tidak terlihat kalau ia sempat menangis.
Namun, saat ia menyentuh pintu depan asrama. Terlihat beberapa orang berkata sesuatu yang membuatnya teringat kejadian tadi sore. Ketika, Hoshitani menghadangnya di depan pintu asrama sembari mengatakan, “Toraishi, selamat ulang tahun!”
“Astaga! Kenapa kalian semua berada di depan pintu?!” gerutu Toraishi, sungguh ia tidak suka dikejutkan untuk kedua kalinya seperti ini. Meskipun mereka semua bermaksud baik dan mungkin ingin merayakan ulang tahunnya. Menurutnya, semua ini terlalu aneh!
“Oh, sudah mulai acaranya? Selamat ulang tahun, sepertinya kau bersenang-senang hari ini,” sahut seseorang datang dari asrama kedua.
Akademi Ayanagi memiliki lebih dari satu asrama, mengingat ada banyak siswa yang bersekolah di tempat ini.
“Kau sangat terlambat, bersalah!”
Sepertinya, ini adalah kejutan yang direncanakan. Namun, Toraishi tidak pernah mengetahui kejutan ini bermula dari siapa. Setidaknya, biarkan dia menikmati hari spesialnya dengan bahagia dan kesenangan.
Musim semi kali ini, membawa kebahagiaan bagi mereka semua. Tidak hanya Toraishi Izumi, seluruh orang yang merayakan turut memperoleh kebahagiaan yang dia berikan dengan keberadaannya itu sendiri.
End.