Smile.

Ouni × Reader. #KujiranoKorawaSajouniUtau Fanfiction.

Day 4 of #SimpTember 2021.


Biasa hanya terlihat tanpa ekspresi. Selagi tak penting maka tak akan bicara. Katanya membuang-buang waktu saja, lebih baik aku segera keluar dari tempat ini, begitu.

Wilayah Paus Lumpur di mana para pendosa tersingkirkan, sengaja dikucilkan dari dunia yang lebih luas. Namun nyatanya mereka tak juga seperti apa yang dikira. Semenjak kematian temannya dia. Rasa-rasa tak bisa digapai pun semakin jauh.

Ingin mengembalikan senyuman dirinya, seperti hari itu. [Name] berusaha mencoba mendekati dirinya. Figur indah selalu membuat terpana, sesekali terdiam ketika mengikutinya.

Rambut panjang berwarna ungu tua, dengan kuncir kuda berantakan. Seakan menjadi khas tersendiri bagi penampilannya. Juga netranya yang merupakan campuran warna biru dan ungu, seakan menjadikan sesuatu yang spesial.

Namanya adalah Ouni. [Name] tahu, dia selalu memiliki keinginan yang kuat untuk melihat dunia luar Paus Lumpur. Chakuro yang bergabung dengan dia akhir-akhir ini, menyimpulkan bahwasannya Ouni peduli terhadap teman-temannya.

Hanya saja tak mengerti bagaimana cara melakukannya. Bahkan dia sendiri sering kali tidak mengekspresikan emosi dengan sangat mudah. Itu terjadi hanya ketika dia benar-benar merasakan hal yang dinamakan emosi.

Sahabat Ouni, sudah saling kenal sejak kecil. Nibi merupakan orang yang paling dekat dengan hati Ouni. Ketika Nibi meninggal, Ouni menangis untuk pertama kalinya, dan menyatakan bahwa jika bukan karena dia, dia tidak akan pernah punya alasan untuk hidup.

Benar, sulit memang rasanya melepaskan kepergian. Keadaan seperti itu malah akan membuat dirinya berada dalam kondisi terpuruk. Beragam upaya yang dilakukan oleh [Name].

“Ouni,”

Hanya sebuah sahutan tanpa berbalik. “Ada apa?”

“Jangan memaksakan dirimu.”

Tak diduga dia menoleh ke arah [Name]. “Tidak masalah,” ucapnya.

Setelah itu kembali sibuk dengan apa kegiatannya. Tempatnya tidak lagi dipenjara, membuat [Name] merasa sedikit lebih tenang. “Ouni, [Name]?” Menemukan sosok anak lelaki berdiri disana.

Keduanya menoleh mendapati dirimya memanggil mereka. Memiliki surai cokelat pendek berantakan, mata hijau layaknya tumbuhan. “Ada apa Chakuro?” Panggilan itu membuat dia tersadar akan lamunan.

“Sudah waktunya makan, dan kita mendapatkan seorang tamu!”

Benar-benar bersemangat. “Pergilah duluan, aku akan menyusul belakangan.” Kembali kepada kegiatan yang sedari tadi Ia kerjakan. Menatap khawatir, [Name] mengulas senyum kecil.

Tidak buruk, ya.

Chakuro mengangguki kemudian pergi, baru saja ingin keluar. [Name] memegang bahu Ouni, entah bagaimana malah dilirik pada akhirnya. “Apa yang kau lakukan?”

Ujung jari telunjuk menempel pada bibir. “Membuatmu kembali tersenyum,”

“Hah?”

Sebuah gelengan pelan, kedua alis [Name] mengartikan tidak ada masalah. “Apa kau masih mengingat dia?” Terdiam adalah satu kondisi di mana keduanya berada sekarang.

“Ah, maaf aku tidak sopan lagi- aku hanya khawatir,” gumam kecil pada akhiran. Tak menjadi masalah bagi pendengaran Ouni.

Sebuah tangan menepuk kepalanya. “Baik, terima kasih untuk itu. Aku tidak apa-apa,” balasnya.

Rasa seperti bukan dirinya.

“Aku mencoba menahan diri, lagipula masih ada kau dengan yang lain.”

Benar, seperti inilah yang diharapkan.

“Perlu aku bawakan makanan juga?”

“Tidak, nanti aku akan ke sana.”

Hah, memang sulit nyatanya.