Perpustakaan.

Original Fiction.

Batch 8; Day 2 of #MariMenulis 2022.


Dengan manik hijau tenang itu mulai menatap sang tuan. Seolah mengusik ketenangan figur yang ditatap, dahi pemuda tampak mengerut.

“Hizafa-san, sedari tadi mengapa kamu menatap aku begitu?” ungkapnya.

Terkejut kala mendengar ungkapan dari sang tuan. Membuat sang puan, menyengir menumpahkan rasa senang. “Hehe, tidak apa~ aku hanya sedang mengagumi betapa menawannya wajahmu, Mamo-kun!”

Kalimat yang selalu sukses tuk membuat hati terlena. Melupakan fakta, bahwa mereka sedari tadi mengutarakan hal ini dengan bisik-bisik.

Sebab, tempat ini tak memberikan seseorang kenyamanan untuk mengeluh dalam suara yang besar. Benar, lokasinya adalah sebuah Perpustakaan.

Meskipun, sang puan—Hizafa Rain—tak terlalu ingin berada di tempat ini. Berkat sang tuan kekasih jugalah, dia mengikuti hingga kini.

Chikei Mamoru. Ia mulai tak bisa tenang dalam kondisi seperti ini. Bahkan, hanya sekedar untuk menaikan kacamata saja, ia sudah paham sekali bahwa bisa saja wajahnya ini telah memerah sempurna.

Mengapa juga, ia melupakan fakta ini, ya? Seharusnya ia paham sekali, tipikal sosok yang menjadi kekasihnya kini.

Bermaksud sebagai tujuan awal untuk belajar, dan mendapatkan ilmu. Alih-alih mendapatkan hal itu semua. Mamoru malah mendapatkan godaan langsung, untuk sekian kalinya dari Rain.

Sejujurnya, diawal kejadian ini Mamoru hanya melihat kalau Rain bosan. Tapi, bosannya berbeda. Ia menyatakan bahwa dia bosan bukan karena tempat ini banyak bukunya, melainkan bosan akibat Mamoru sendiri lebih asik dengan buku maupun tugasnya.

Jadi, Mamoru sedikit menyimpulkan, apakah Rain cemburu?