Memasak.
Original Fiction.
Batch 8; Day 7 of #MariMenulis 2022.
Rutinitas harian dari si kembar Hizafa. Mereka mulai menyiapkan hari dengan memasak makanan. Namun, berhubung hari libur rupanya belum ada satupun yang bersedia memasak makanan.
Katanya sih, terlalu awal. Bukankah, awal itu cukup bagus? Hah, baiklah. Mereka masih ingin bergelut dalam selimut saking nyamannya.
Memang benar, melepas lelah setelah beraktivitas penuh menjadikan tubuh cukup pegal. Tetapi kondisi tubuh pun harus tetap dijaga. Oleh karena itu, mereka biasa memutuskan siapa yang akan memasak makanan. Ya, secara bergilir.
Kebetulan juga, jika mereka berdua pandai memasak. Terlebih memasak makanan untuk saudarinya sendiri. Sudah menjadi keterampilan baru. Meskipun demikian, tak selalu masakan dibuat sendiri-sendiri.
Pada akhirnya, saat ini mereka mulai memutuskan untuk memasak bersama di dalam sebuah apartemen yang mereka biayai dengan hasil kerja keras sendiri.
Setelah kejadian di masa lalu. Mereka tak ingin ada pekerjaan yang bisa memisahkan mereka kembali. Sang kakak tak mau dipisahkan oleh adiknya.
Meskipun telah lama kejadian itu, terkadang sang adik masih merasa enggan terhadap dirinya. Hal ini cukup membuat merasa sakit mendalam pada diri.
Karena dulu masih sangat muda, tak mungkin untuk melawan orang tua, menentang orang tua. Bahkan, sekarang pun tetap saja. Ada rasa yang tak pantas untuk melakukan itu semua.
Hingga, fakta seorang Rain dipegang tangannya oleh Rein. Ketika hendak memotong sebuah bahan masakan, hampir mengenai tangannya. “Jangan melamun.”
Ala kadar kata pengingat begitu. Tetapi Rain merasa senang. Ia paham bahwa kembarannya ini cukup sulit mengekspresikan sesuatu, bahkan seperti tadi.
“Oh, iya gak sadar. Maaf, ayo kita lanjutkan.”