Koin Cokelat.
Akehoshi Subaru & Little Sister! Reader. Story Request!
Light argument between brother and sister. written by @faudiaryza (Rein).
#FanfictionArchives. #EnsembleStars © Happy Elements.
Berawal dari kisah kedua kakak adik yang jalan-jalan ke suatu tempat. Perbandingan umur yang jauh, mungkin bisa dijadikan perbedaan. Namun, pada kenyataannya malah terlihat bagaikan anak-anak.
Yah, pastinya dimata orang tua begitu semua. Mau sudah remaja, dewasa, jadi orang tua sekalipun, dimata orang tua, tetap anak kecil yang butuh belaian kasih sayang.
Tunggu, kenapa membahas hal ini? Cukup sampai disini, tapi ingat lah jasa kedua orang tuamu yang telah merawatmu, tanpa imbalan.
“Suba-nii, Suba-nii.“
Panggilan tersebut, membuyarkan lamunan seorang pemuda bersurai oranye pada pemikirannya. Segera manik biru secerah langit itu menatap ke arah, siapa yang telah amemanggil namanya.
“Hmn, ada apa?” tanyanya, mencoba menyamakan tinggi dengan yang memanggil dia.
Bersama seekor hewan peliharaan, seorang anak kecil perempuan menarik-narik ujung pakaian miliknya sembari, memanggil sewaktu tadi.
“Itu lihat. Ada cokelat,” ujar sang anak tersebut, sambil menunjuk sesuatu dibawah sana.
Mulai memalingkan pandangan, tidak lagi melirik anak perempuan, yang merupakan sang adik. Ke arah sesuatu yang ditunjuk oleh dirinya.
“Itu koin, loh [Nickname]!”
“Huh, bukan! Itu cokelat, Suba-nii!”
Tangan menjulur ke kepalanya sang adik, guna menenangkan pikirnya. Ternyata malah, makin menjadi.
Tangan tersentak, mambuat tangan lelaki itu tak lagi diatas kepala. Anak kecil yang menjadi adik-nya itu, berlari segera mengambil sesuatu yang dimaksud keduanya.
“Ehh, ini 'kan koin cokelat.”
Menggerutu, membuat sang kakak memasang ekspresi yang sama. Bagaimanapun juga kedua kakak beradik ini, malah terlihat mirip dari segi apapun, benar?
“Bagaimana mungkin, bisa terjadi huh?”
“Ish, masa Suba-nii tidak tahu? Ini jajanan yang akhir-akhir ini populer, loh!” seru [Name], sering dipanggil sebagai [Nickname] oleh lelaki, yang menjadi kakaknya, Subaru.
“Mana aku tahu, yang mengetahui itu kan dirimu, [Nickname].”
Mendapatkan peringatan seperti itu, membuat dirinya yang mendengar hanya cengengesan. “Ya 'kan kupikir Suba-nii sudah tahu,” ujar [Name] membalas perkataan dari Subaru.
Mendesah lantaran tidak habis pikir. Walau memang kenyataan asal menyeletuk, sih. Tapi setidaknya, ada senyuman yang sengaja mekar disana, dan melempar senyum satu sama lain.
“Baiklah, sekarang akan kita apakan koin cokelat ini? Pasti punya yang membelinya terjatuh,” tutur Subaru, mengira-ngira. Ya tidak mungkin juga 'kan, kalau sengaja?
“Simpan di rumah!”
Mendengar seruan dari [Name], membuat Subaru mengacak-acak rambutnya gemas. Sepertinya ia sungguh menyukai sesuatu yang ditemukan, hingga seperti ini.
Bangkit dari menyamakan tinggi, Subaru berkata lagi sambil menatap [Name]. “Kalau begitu, diletakan di kamar Suba-nii saja ya.”
“Ehh?! Kok begitu, itu tidak adil! Aku yang menemukannya, bukan Suba-nii, humph.”
Memasang raut kesal, malah tampak lucu bagi Subaru. Itu sungguh menggemaskan, bagi [Name] dan ia cukup menyukainya.
“Yah, kalau mau hilang juga tak masalah~ itu terserah [Nickname] juga. Lagian koin nya tidak kira-kira,” balas Subaru, dengan lirihan diakhir.
Kalau itu adalah koin asli, mungkin saja Subaru akan nekat menyimpannya. Seperti yang telah terjadi pada adik-nya sendiri.
“Uhh, baiklah. Simpan di kamar Suba-nii saja. Tapi jangan curi-curi kesempatan untuk memakannya ya,” pesan [Name], ia mulai pasrah dengan tanggapan sang kakak yang berbicara demikian.
“Awas juga kalau sampai hilang!”
“Jangan salahkan Suba-nii dong, kalau semisal benar-benar hilang ....”
“....”
“Baiklah, ayo pulang. Sudah hampir larut malam,” kata Subaru mengalihkan perhatian ke suasana disekitarnya. Memang sesuai fakta yang dikatakan, sudah menjelang larut malam.
Langit oranye menghiasi langit, menbiarkan senja bersaksi atas perdebatan kakak adik. Hanya demi sesuatu yang ditemukan oleh keduanya.
“Oh, Subaru?”
Seseorang memanggil ketika keduanya telah mengangkat kaki, melangkah menjauh dari tempat kejadian perkara debat, masalah kakak adik tak lebih.
Menatap ke sumber suara terlihat penampakan lelaki bersurai merah keunguan, itu adalah temannya. Isara Mao.
“Sally!”
Terlihat tak biasa, atau mungkin tidak juga? Subaru merangkul pundak-nya Isara. Ia terlihat senang dengan keberadaan temannya disini.
Dipikirkan lagi, tak jarang jika Isara pulang dijam ini. Itu adalah akibat pekerjaan OSIS, yang menunggu tuk dibelai dengan pena berdansa ataupun tangan yang lembut.
“Ahh, iya. Maaf tak bisa pulang bersama-sama dengan kalian tadi. Kupikir ini baru pertama kali bertemu dengan adikmu, siapa namanya?” tanya Isara, dengan manik hijau sehijau dedaunan yang menenangkan, melirik [Name].
“Teman-nya Suba-nii, ya. Perkenalkan aku Akehoshi [Name], panggil saja [Name] salam kenal~”
“[Nickname]. Panggil saja [Nickname].”
“Loh?!”
Isara yang menatap kedua pasangan kakak adik dihadapan, hanya bisa ber-sweetdrop-ria. Tidak kakak tidak adik, sama-sama bersemangat.
Mengukir senyuman, dari sudut mulut yang mulai melengkung. Bagaimana bisa semula pekerjaan yang melelahkan, hanya bisa terasa lebih menyenangkan setelah menatap yang seperti ini?
“Baiklah, akan aku panggil [Name] ya dan namaku Isara Mao, salam kenal juga.”
“Aku mengerti, salam kenal Mao-nii.“
“Panggil saja Sally, [Nickname].”
“Huh? Kenapa harus begitu? Tidak mau!”
“Tidak apa-apa, Subaru. Aku pergi sekarang, sampai jumpa besok,” pamit Isara mulai beranjak pergi meninggalkan keduanya disana.
Keduanya melambai dengan semangat, seraya mengucapkan salam sampai bertemu lagi. Yah, hanya [Name], sih. Tapi Subaru malah ikut juga.
Segera setelah kejadian yang singkat itu berlalu, keduanya telah tiba di rumah. Mengucapkan sesuatu menandakan bahwa mereka sudah pulang.
“Baiklah, ini Suba-nii. Jaga baik-baik ya, jangan dimakan,” pesan [Name] yang tidak ingin kesukaannya dirampas orang lain.
“Iya, [Nickname]. Aku tahu kok! Jangan memberitahuku terus,” gerutu Subaru yang sepertinya tak mau diingatkan. Keras kepala memang, untung kakak sendiri.
Malam telah larut, menampilkan bulan yang bercanda dengan bintang dilangit malam. Menjadi saksi bisu akan kebingungan dari seorang Subaru didalam kamarnya sendiri.
Kebetulan esok adalah hari Minggu, keduanya tengah bermain dengan kesukaan masing-masing. Menyempatkan suatu waktu, pada siang hari itu meneliti apakah benar itu adalah koin cokelat?
Selain cukup lembut sewaktu dipegang, luarannya masih terlihat seperti koin asli. Kalau tak ada yang keliru, sungguh.
“Loh, kok hilang?! Suba-nii letaknya di mana?”
Subaru yang membiarkan [Name] memasuki kamarnya, sempat kaget dengan teriakan tersebut. Jangan lupakan keduanya merupakan, jadi mungkin tak jarang bila ada sesuatu yang terjadi.
Langsung Subaru beranjak menuju kamarnya, melihat apa yang terjadi. Dilihatnya [Name] yang tengah tersiak disana.
Kenapa? Ah, dia tak menemukan koin cokelat yang ia temukan, dan hari itu diletakan di kamar Subaru, telah menghilang sekarang.
“Apa yang menghilang sekarang, [Nickname]?” tanya Subaru hati-hati.
“Aku marah dengan dirimu, Suba-nii.“
Baru saja [Name] ingin keluar kamar, Subaru mencegatnya. Kemudian ia bertanya, “Kenapa? [Nickname] jelaskan dulu, ada apa? Apa yang hilang?”
Memalingkan wajah, sedikit memberontak untuk melepaskan cegatan dari Subaru. “Suba-nii, yang menghilang 'kannya, huh? Koin cokelatnya hilang tau!” seru [Name], bahkan dilihat oleh dia terdapat bulir-bulir bening disana.
“Kupikir kenapa .... Tidak mungkin hilang, Suba-nii tidak memakannya, loh. Ayo, sini cari dulu Suba-nii bantu.” Sungguh, tak mau sang adik marahan dengan dirinya.
Bagaimana pun Subaru juga ingin melihat senyuman terukir diwajah adiknya juga. Selain dirinya, tentu saja!
Lelah mencari disegala penjuru kamar, tak menemukan yang dicari. Inilah akhirnya, [Name] mulai marah-an dengan sang kakak, biasalah kakak adik. Kalau tak marahan, pasti akur.
Pantas dimaklumi, akibat [Name] sungguh menyukai cokelat. Sedangkan Subaru menyukai koin, yang berkilauan. Hal itulah yang memicu perdebatan dan berakhir saling menyalahkan diri satu sama lain.
Di lain tempat, sang Ibu lagi bersih-bersih rumah, menemukan sesuatu yang mereka cari. Kasihan sekali. Ternyata kebawa sampai ke ruang keluarga. Oh itu, sebab terkadang mereka sering bermain ataupun lainnya di ruang keluarga.
Di sofa, adalah tempat duduk Subaru sebelumnya. Namun tak menyadari bahwa sesuatu yang dicari, ternyata malah terbawa hingga ke ruangan ini.
Makan malam berlangsung dengan baik, bahkan biasa ada percakapan dan sekarang tak terdengar. Iya, itu akibat keduanya sedikit ada perasaan saling kesal satu sama lain.
“Tidak biasa, kalian diam-diam seperti ini. Ayo, kalian pasti bertengkar lagi, bukan? Baikan dulu, ayo. Tidak baik marahan terlalu lama, kalian itu saudara.”
Seraya menasehati kedua anak-nya, sang Ibu menampilkan koin cokelat yang mereka cari, yang jelas kaget mereka. Kenapa bisa berada ditangan Ibu-nya?
“Ibu menemukannya di sofa, sewaktu bersih-bersih tadi.” Seolah mengerti beliau menjelaskan maksudnya.
“Eh? Suba-nii ....”
“Hik! Maaf-maaf, [Nickname]! Aku tidak tahu kalau ikut terbawa ke sana,” ujar nya seraya memperagakan bahwa ia sedang meminta maaf, telah melakukan kesalahan.
“Mmn, tidak. Aku juga salah, aku minta maaf Suba-nii ....” sahut [Name] ikutan, meminta maaf. Anggaplah sebagai ajang maaf-maaf-an? Tidak jangan.
Sang Ibu mengukir senyum disana, walaupun sekedar senyuman simpul saja. “Kalau seperti ini, kapan-kapan, kalian mau Ibu belikan koin cokelat?”
“Mau dong, Ibu!”
“Mau koin-nya saja.”
— Fin.