Gift For You!
Original Fiction.
Just a plan, the gift is just a medium.
Embun pagi, menandakan kali ini ia perlu menyambut kenikmatan hari baru di bulan yang telah bermula. Netra secerah mentari itu mengerjapkan mata. Terbangun dari tidur nyaman, ia membalas pagi tiba dengan senyuman merekah.
Meski, biasa orang tak begitu bersemangat, ia akan lebih bersemangat ketimbang hari biasanya. Oh, siapa yang menyangka?
Rupanya, ia berulang tahun.
Kali ini, dia menatap kalender, seolah membuang rasa kegugupannya untuk nanti, ia harus kembali menjalankan semua pekerjaan sebagai mana mestinya. Tidak begitu lama, karena ada jadwal yang membuat dia harus berkutat dengan karirnya.
Dia selalu membayangkan, apakah seseorang itu akan mengucapkan selamat kepadanya. Sebentar, dia tak akan berharap lebih, walau ingin sekali. Paling, dia bisa salah tingkah saja kalau memang terjadi.
Kejadian beralih ketika ia telah sampai ke sekolah. Seperti biasa ramainya menjadi salah satu ciri khas. Beberapa ada yang menyapa, membuat dia membalas. Dia bukanlah orang yang cuek dan mengabaikan seorang saat menyapa, ya.
Senyuman tak pernah berganti menjadi masam. Seketika seorang yang tidak asing bagi diri mulai menyapanya, dari belakang. “Wah, Kak Shuu!”
Tepukan ringan hadir dibahunya. Terlepas dari perbedaan tinggi, selisih hanya beberapa puluh saja. “Oh? Selamat pagi, Fa-chan~”
Tiada balasan lebih. Seolah benar-benar disiapkan sesuai rencana, dan sosok yang dipanggil sebagai Shuu, atau lebih tepatnya Kaitosawa Shuu itu, seketika mulai mengerti alur semua ini.
Walau hari ini spesial baginya, kemarin adalah hari spesial seorang gadis disamping dia ini. “Bagaimana dengan acara kemarin?”
Shuu memulai topik pembicaraan, ia mengingat kembali kalau diri saat itu, tidak sempat mengunjungi kediaman di mana figur indah yang dipanggilnya sebagai Fa-chan yakni, Hizamara Fauraza.
“Oya? Seru banget! Aku puas sekali,” balasnya menampilkan air muka sumringah.
Terkekeh pelan, ia turut senang. “Aku ikut senang, meskipun cukup disayangkan aku tidak dapat hadir, haha.”
Memukul ringan Shuu, Fauraza mulai menegurnya, “Hush, aku mengerti kok, kalau Kak Shuu itu sibuk banget orangnya, jadi jangan khawatir~ Lalu, selamat ulang tahun, ya!”
“Aha~? Begitu? Hmm, baiklah dan terima kasih ucapannya, Fa-chan~! Apakah kemarin Ryu sempat datang berkunjung?” tanya Shuu, sedikit ingin mengetahui perihal ini.
Fauraza tersenyum, ia suka topik yang membahas kakak tertuanya dari mulut Shuu, atau bisa dibilang cukup menantikannya?
“Pastinya~ Eh, iya. Kalau begitu artinya ..., kemarin Kak Ryu buru-buru? Jujur saja, kemarin agak kelelahan dia nya. Alhasil, dia nginap di rumahku,” jelas Fauraza mengingat-ingat kembali.
Shuu memalingkan wajah. Sebetulnya ada kejadian dibalik hal tersebut. Oh, keduanya; Shuu dan kakaknya Fauraza, yaitu Ryutatsu. Mereka menghadiri suatu pertemuan. Akan tetapi, Ryutatsu lebih cepat mengakhirinya. Lagi pula, Ryutatsu tidaklah seperti dirinya.
Karenanya, Shuu pun mengusap tengkuk belakang. Ia bingung harus menjelaskan seperti apa. “Ya, seperti yang dirimu ketahui. Ryu itu orangnya sulit berada dalam lingkup yang ramai,” ujarnya membalas.
Fauraza mengangguk setuju. Sangat-sangat setuju. Ia percaya diri bahwa dia lebih bisa bertahan cukup lama, dibandingkan kakaknya.
“Hah, pantas saja telingaku terasa panas. Kalian berbicara tentangku lagi, 'kan?”
Tiada yang mengundang, suara pun mengalihkan pandangan. “Ryu?!”
“Astaga, kalian ini kebiasaan. Kalau ditinggal sejenak, pasti membuat telinga orang merasa panas karena sedang dibicarakan.”
Sejujurnya, Fauraza saat ini menahan tawa. Ketika melihat Shuu yang sepertinya akan lebih banyak mendapatkan perkataan dari sang kakak. “Sudahlah. Sampai nanti dan jangan membolos atau tanggung akibatnya, mengerti?”
Ryutatsu telah pergi. “Wah, seram~” Fauraza menyahut. Shuu mengacak-acak rambutnya. “Jangan begitu dengan kakak sendiri.”
Fauraza langsung menggerutu. “Kak Shuu! Tangannya kenapa jahil banget, sih?!” ketusnya, tak terima.
Pada akhirnya, Shuu ditinggal sendiri. Setelah Fauraza menyatakan bahwa ia sedikit kesal dengan perlakuan baru saja. Ya, Shuu sepertinya merasa bersalah.
Dia melamunkan sesuatu. Ketika semua pelajaran telah berakhir. Beberapa orang, mengucapkan selamat kepadanya lewat handphone miliknya. Sudut bibirnya yang semula tertekuk, kian mekar.
Merasa senang. Meletakan miliknya diatas meja, sehingga tangan dipergunakan ia tuk menutupi wajah. Mudah merasa terharu, tetapi ia tidak seperti orang yang kalau senang atau sedih, langsung terbawa suasana dan berakhir menangis.
Terkadang, dipikirkan olehnya bagaimana bisa ia melontarkan gombalan, kepada banyak gadis diluar sana? Ia tidak sanggup mengutarakannya kembali. Seolah, keberaniannya sekarang lari dan menghilang begitu saja. Posisinya tidak berubah, walau kelas hanya tersisa dirinya sendiri.
“Oh Shuu, kau belum pulang?”
Suara itu, lekas membuat diri menatap ke arah pemiliknya. “Hm, belum? Apa ada sesuatu?”
Berupa gelengan pelan yang didapatkan. “Tidak ada, hanya saja tak biasa. Biasanya, kau akan langsung pulang dan berjalan dengan banyak gadis, tetapi sekarang kau malah diam disini. Tapi, bukan hal aneh juga,” ucapnya.
Shuu diam mendengarkan. Kalau mereka berdua, Shuu selalu akan mendengarkan. “Hee? Apa Ryu-chan mau juga berjalan denganku? Oh, bagaimana kalau sekalian pulang bersama?”
Ryutatsu tampak mengernyitkan alisnya. “Sudah aku katakan, jangan memanggil dengan panggilan seperti itu, Shuu. Selagi kau tak punya kesibukan, boleh saja.”
Oh, apa? Shuu menjadi sedikit tidak percaya dengan kalimat terakhir. Segera ia berkata, “Tidak ada kesibukan, kok.”
Ya. Dia tidak akan mengatakannya kalau punya banyak kesibukan. Apalagi kalau orang tersebut adalah sosok yang dikagumi. Dia tak akan melewatkan kesempatan itu. “Baiklah, ayo!” ajaknya bersemangat.
Shuu spontan merangkul bahunya. Bersyukur kalau mereka ada hubungan yang sedikit dekat. Kalau tidak, mungkin saja sudah ditepis rangkulannya.
Perjalanan mereka memang tidak begitu memakan banyak waktu, karena percakapan mereka seolah tidak pernah habis. Shuu yang selalu memulai topik pembicaraan. Ryutatsu adalah orang yang bersamanya, tidak begitu pandai mencari topik pembicaraan.
“Sebentar, sepertinya aku melupakan sesuatu.” Shuu sedikit menaruh harapan. Tetapi, sangat disayangkan. “Ah ..., dompetku tertinggal.”
“Ehh? Tertinggal di mana? Sekolah? Rumah?”
Ia menatap Shuu. “Rumah. Tidak apa-apa, tidak perlu khawatir.” Tidak. Shuu menatapnya balik, namun bukan hal itu balasan yang diinginkan.
“Tak apa?”
“Ya. Tidak apa-apa. Oh, lalu maafkan aku juga kemarin seenaknya pulang dahulu,” sahutnya.
“Aku mengerti. Selain dirimu tak bisa berada dalam keramaian, kau juga perlu menghadiri acara Fauraza, kan? Tetapi, jangan memaksakan diri juga,” jawab Shuu disertai nasihat ringan.
Ryutatsu mengutarakan tawanya pelan. Dia masih tidak menyangka. “Aku tidak begitu, tentu saja terima kasih.” Shuu menahan rasa gemasnya.
Ia tidak ingin membuat kesal seseorang, tapi kalau ia nekat melakukannya. Bisa saja, diri merasa seperti akan dibenci kapanpun nanti.
“Kemudian,” Ryutatsu menjeda perkataannya seraya ia memberikan sesuatu kepada Shuu dan kembali melanjutkan perkataan, “Selamat ulang tahun untukmu, Shuu.“
Sesuatu yang diberikan oleh Ryutatsu adalah surat yang sepertinya berisi ucapan? Entahlah, ia tidak begitu yakin. Tapi, judul tulisannya adalah Gift for You. Hadiah Untukmu, disebuah surat?
“Maaf, karena sebelumnya tidak bisa memberikan sesuatu yang lebih. Kata Fauraza, sesuatu yang tulus lebih baik dari pada sesuatu yang mahal.”
Astaga, apakah mungkin surat tersebut akan menjadi suatu permainan? Shuu langsung menggeleng cepat. Ia sungguh akan menerimanya. Hanya saja, apakah ia akan menjadi salah tingkah pada detik ini juga? Tentu saja, itu tidak mungkin!
“Ahaha, seperti biasa. Kata-kata mutiaranya keluar semua, terima kasih, Ryutatsu~♪ Aku terima, ya.”