First Meet
First meeting with the woman. written by @dreamereein (Faure).
#OriFictArchives. #FaureStory; Travel Chain Universe.
Bicara tentang sepasang kekasih, pemuda yang dahulunya bisa menjalin interaksi dan selalu dikagumi banyak perempuan, kini merasa tidak ada lagi perempuan yang seperti itu semenjak ia berkuliah.
Terpikirkan baginya, apakah hanya dia yang belum memiliki kekasih, sementara si adik sudah memiliki pujaan hatinya. Walau belum pernah ia melantunkan bahwa ia menyukai sosok tersebut.
Sepupu dan kerabatnya, sudah banyak yang menjalin kasih dengan pacar mereka, pengecualian untuk Fauraza, sepupu dari sepupunya. Hubungan mereka bisa dikatakan rumit, tetapi melihat Fauraza yang bisa menjadikan seorang lelaki untuk menjadi tunangan adalah hal yang cukup keren.
Walau agak memaksakan kehendak, selagi anak itu tahu risikonya, tidak masalah menurut dia. Kalaupun memang Fauraza membutuhkannya perihal cinta, ia setia untuk menolongnya. Meskipun hanya dengan kata-kata yang bisa ia ketahui, sejujurnya tidak mudah baginya untuk memahami wanita.
Ya, terlebih sudah terjadi kejadian seperti sesuatu yang membuat mereka harus bisa terbuka satu sama lain, serta mereka yang perlu bersikap dewasa dalam mengatasi segala permasalahan dalam percintaan masing-masing.
Ia tergabung dibeberapa organisasi, karena sedang berada dalam masa cuti akan pekerjaan sampingannya, tetapi dia tetap saja mengikuti kegiatan karena tidak memiliki pekerjaan selain itu. Sesekali memang pemuda itu akan mampir pulang ke rumah orang tuanya dan melepas rindu, hanya saja dengan tugas kuliah yang menyebalkan, membuat ia harus terus berduaan untuk mengurus tugas kuliah.
Hingga, dalam perjalanan untuk membeli sesuatu, tidak sengaja ia bertabrakan di jalan dengan seorang wanita. Kalau saja pergerakan tangannya tidak cekatan, mungkin wanita tersebut sudah hampir jatuh dengan minuman yang wanita itu pegang.
“Ah, maafkan saya, Nona.” Ia merangkul bahu dari si dara yang telah ditolong olehnya. Meskipun begitu, karena tidak mendapatkan respons membuatnya merasa canggung dengan momen tersebut.
Lekas, Kaitosawa Shuu, pemuda itu mulai menyingkirkan tangannya dari bahu wanita tersebut. “Apakah dirimu baik-baik saja?” tanyanya lagi, mulai menyadarkan figur indah dalam tatapan mata.
Wanita itu baru sadar dengan aksi yang laki-laki di hadapannya ini lakukan. Ia merasa malu, tetapi ia malah menganggap bahwa semua ini karena kecerobohan diri yang mana langkah kakinya tidak melangkah dengan benar.
“Terima kasih banyak! Aku tidak apa-apa, kok. Santai saja, um, tidak perlu memanggil begitu. Panggil saja aku Inaya,” sahutnya terdengar cukup lembut.
Shuu merasa lega dengan hal itu. Rasanya ia seperti berada dalam rekaan drama romansa yang mana ketika pertemuan pertama antara perempuan dan laki-laki bertabrakan di jalan. Walau saat ini lebih cenderung di dalam toko, saat ingin berbelanja suatu barang.
Sebenarnya Shuu tertegun ketika mendapati wanita di hadapannya ini malah memperkenalkan diri, belum lagi nama asing itu mirip seseorang yang mungkin menjadi kekasih dari sepupunya. Ah, itu hanya tebakannya saja. Tidak mungkin apa yang dia tebak adalah kebenarannya, bukan?
“Inaya-san? Salam kenal. Namaku Kaitosawa Shuu, panggil saja Shuu, tidak apa-apa.”
Ekspresi bingung mulai tercipta dari balik wajahnya. “Bukankah itu akan terdengar tidak sopan? Ah, maaf. Aku akan memanggil dengan Kaitosawa-san saja, ya?” gumam kecil, hingga akhirnya membalas perkenalan nama dengan menyertai panggilan yang dia sebutkan kepada pemuda itu.
Shuu yang tidak sengaja mendengar ucapan dari sosok yang dia tolong, kini dia menatap heran, figur wanita di hadapannya ini terlalu kaku menurutnya. Sehingga, Shuu sendiri memanggil dirinya dengan sufiks '-san'.
“Tentu saja, itu tidak masalah.”
“Baiklah, kalau begitu. Sampai bertemu lagi, Kaitosawa-san. Aku harus kembali mengerjakan sesuatu yang tertunda. Waktu istirahatku tidak lama lagi akan berakhir,” ujarnya menjelaskan.
Tidak tahu mengapa, tetapi wanita itu sudah melesat dengan cepat sebelum Shuu mulai membalas penjelasannya. “Sudah pergi dengan cepat. Hm, apa saja yang dibutuhkan, ya? Aku harus bergegas kembali ke Kampus.”
Shuu mulai mencari sesuatu yang akan dia beli untuk pekerjaan dalam organisasi. Selain itu, ada beberapa anggota yang menitip juga dengan dirinya. Sehingga, mereka pun masih bisa tetap membantu di sana, karena hanya satu orang saja yang pergi keluar untuk membeli barang.
“Hee?!“
Shuu terkejut dengan reaksi teman satu organisasinya, beberapa memang pernah berada dalam satu angkatan dan merupakan teman di masa SMP maupun SMA. Hal yang tidak terduga bahwa mereka bisa berada dalam Kampus yang sama, meskipun awalnya mereka merasa heran dengan perubahan Shuu seiring waktunya.
Dia memang orang yang paling aktif dalam hal membicarakan wanita. Namun, untuk kali ini beberapa temannya menimbulkan ekspresi kaget yang membuat dia merasa heran sekarang.
“Inaya-senpai, loh! Apa kau tidak mengenalinya, Shuu?” tegur salah satu temannya, yang mulai merangkul bahunya.
“Sudah begitu, ciri-cirinya sama persis dengan apa yang dikatakan. Kaitosawa-kun, beruntung bisa ketemu sama dirinya,” tutur temannya yang lain.
“Kalian kenal dengannya?” Shuu mulai bertanya kepada mereka yang mulai banyak berbicara.
“Tentu saja! Oh, astaga. Aku melupakan sesuatu, Shuu itu jarang berselancar dimedia sosial, sama seperti dulu. Jadi, Inaya-senpai sering kali masuk berita, meskipun bukan hot news seperti selebritas di luar sana. Dengar-dengar, dia itu orang dari Indonesia yang mampu menguasai bahasa Jepang meskipun tidak mahir, sewaktu SMA pernah meraih beasiswa di negara kita, yang pertukaran pelajar. Hanya saja, itu sudah bertahun-tahun lalu lamanya.”
“Kaitosawa-kun, lebih suka berinteraksi dengan banyak orang, sih,” celetuk temannya yang lain. Ia hanya bisa tersenyum pahit.
“Hei, justru itu lebih baik. Jadinya tidak selalu fokus dengan ponsel yang sekarang kita miliki,” sahut teman lainnya yang ikut menimbrung sekarang.
Shuu yang menerima banyak informasi dalam sekaligus membuatnya harus dengan cepat bisa mencerna. Akan tetapi, hal itu membuat dia harus terdiam selama beberapa menit kedepannya.
Dia tidak menduga. Apa yang semula dia katakan ternyata berkaitan. Figur indah itu bertemu dengannya tadi adalah sosok yang teman-temannya kenali. Curang sekali. Namun, Shuu merasakan kepuasan tersendiri, ketika teman lainnya mengatakan bahwa Shuu memang dominan dalam hal berbaur dengan banyak orang.
Shuu sendiri tidak merasa kaget mendengarnya. Karena sejujurnya, dalam lingkungan pertemannya sudah ada sepupunya yang memiliki kekasih seorang blasteran Indonesia-Jepang. Selain itu Kakek dan Neneknya Fauraza juga demikian. Sesuatu yang sudah sangat biasa dalam hidupnya. Akan tetapi, mengenai beasiswa mungkin membuatnya merasa termenung.
Pasti ada banyak tes yang harus dilakukan untuk mendapatkan beasiswa seperti itu. Ada juga yang mirip seperti pertukaran pelajar, tetapi ia tidak begitu mengerti perihal itu, sehingga ia tidak akan berkomentar lebih.
“Hei, kalian yang di sana. Lebih baik nanti saja berbicaranya setelah selesai. Waktu kita sekarang sangat terbatas,” tegur seseorang yang lebih tinggi tingkatannya di antara mereka, pembimbing mereka sekaligus kakak tingkat mereka semua yang berada disana.
“Kita lanjutkan saja nanti.”
Mereka kembali berfokus pada pekerjaan mereka dalam organisasi tersebut. Setidaknya, Shuu sudah banyak membantu mereka membelikan barang yang dibutuhkan, tetapi tidak cukup orang jika hanya menggunakan mereka saja, yang mana artinya semua orang yang menjadi bagian dari organisasi harus berpartisipasi.
“Shuu, sepertinya aku tidak bisa tinggal di asrama hari ini. Ibuku memintaku untuk pulang ke rumah, kau tidak masalah untuk tidur sendiri, bukan?” ujar seorang yang tadi banyak berbicara dengan dirinya.
Lokasi saat ini sudah berada di asrama Kampus mereka. Untuk asrama, mereka diperbebaskan untuk tinggal disana ataupun tinggal di rumah. Mengenai biaya sudah tergabung dalam biaya pendaftaran saat kuliah, bagi mereka yang memang membayar pribadi.
Shuu hanya mengulas senyum. Ia tidak mempermasalahkan hal itu. “Ya, tidak masalah. Ibumu pasti rindu denganmu,” balasnya, seolah mengerti mengapa Ibu dari teman dia ini meminta untuk kembali ke rumahnya. Padahal, seingatnya jarak rumah teman dia cukup jauh untuk bepergian ke Kampus.
Ia terlihat seperti orang yang sedang berpikir dan mulai menyetujui hal itu, kemudian berkata, “Kalau dipikir, ada benarnya juga! Baiklah, sampai jumpa besok. Titip salam untuk Hiro, ya.”
“Hati-hati di jalan, Kana-kun. Oh, tentu akan aku sampaikan kepadanya.” Menatap kepergian salah satu temannya itu, diPikirannyamenuju asrama sendiri. Dalam perjalanannya, Shuu termenung sendiri memikirkan tentang kejadian dan informasi yang baru dia terima hari ini.
Apakah dirinya memang seperti orang yang tidak suka dengan sesuatu dimedia sosial, karena banyak berinteraksi secara langsung? Sekarang ini, apakah ia perlu mengikut perkembangan banyak orang di berbagai media sosial? Sejujurnya, dia tidak begitu ingin menyibukan diri dengan hal itu.
Pikirannya sekarang ke mana-mana sudah. Hingga akhirnya, dikejutkan oleh temannya yang lain. Biar Shuu tidak mengetahui perkembangan berita di dunia maya, ia tetap bisa memiliki teman di dunia nyata. Setidaknya, dia tidak menggunakan topeng tersembunyi untuk bisa berteman dengan semua orang dan murni kebiasaannya.
“Kaitosawa-kun!” sapa temannya.
“Ah, Chi-chan~” Ia tidak lagi berekspresi murung seperti tadi, mulai membalas sapaan temannya dengan senyuman terukir pada wajah.
“Sato-kun sudah pergi, ya? Maaf tidak ikut mengantar, karena masih ada keperluan.” Shuu mengangguk pelan, menjadikan balasan dari pertanyaan tersebut.
Setelahnya dia melanjutkan, “Dia ada titip salam kepadamu. Pasti dia memaklumi hal itu, karena dikabarnya begitu mendadak.” Dia mulai merangkul bahu temannya itu.
“Ehh? Padahal tidak perlu repot-repot sampai titip salam, lho. Aku berterima kasih kepadamu juga Kaitosawa-kun, karena sudah menyampaikannya.”
“Kembali kasih. Omong-omong, hari ini cukup terasa panjang, ya. Padahal, tidak ada jadwal mata kuliah hari ini, dan hanya seputar orgnisasi.” Shuu kembali ke masa sebelumnya, memikirkan tentang banyak kejadian yang bisa terjadi dalam satu hari ini. Tentang semua hal yang baru bisa Shuu ketahui.
“Hm, itu benar sekali~ Oh, iya! Kaitosawa-kun jangan dipikirkan, mengenai perkataanku tadi sewaktu kita melakukan kegiatan, ya. Aku tidak bermaksud mengatakan suatu hal yang bersifat negatif,” ujar temannya yang satu ini, secara tiba-tiba menyinggung sesuatu berkenaan dengan kejadian yang telah berlalu saat tadi.
Shuu tidak mengerti, kenapa temannya yang satu ini malah berkata seperti itu. Ya, meskipun ia malah memikirkan pasal kejadian tadi. “Soalnya, berinteraksi dengan sesama itu adalah kebiasaan yang khas dari Kaitosawa-kun. Jadi, tidak mengapa kalau dirimu tidak mengetahui perihal kejadian yang ada di dunia maya.”
Pada dasarnya, Shuu tidak bisa mencerna mana yang harus diambil dan ia jadikan pemikiran untuk kedepannya. Menurut dia sendiri, bisa bersosialisasi dengan banyak orang adalah hal yang bagus, ketimbang diam dan menyendiri.
Tetapi, sekarang ini perkembangan zaman sekarang sudah banyak orang yang fokus dengan dunia maya. Sehingga, setiap kali mereka mendapati kesempatan untuk berbincang akrab, malah disibukkan dengan benda elektronik yang selalu mereka pegang setiap waktunya.
“Apa tidak jadi masalah, Chi-chan? Diriku sekarang merasa ketinggalan banyak informasi, seperti orang yang tidak mengetahui apapun.” Shuu terdiam dan tidak lagi merangkul temannya itu, Watanabe Chihiro.
“Haish, jangan berpikir seperti itu! Aku yakin tidak akan ada masalah, dan tetaplah jadi dirimu sebagaimana biasanya, Kaitosawa-kun.” Chihiro mulai menepuk pelan tubuh belakangnya Shuu.
“Siap, di mengerti.”
Perkataan tersebut menjadikan suasana diantara mereka menjadi lebih baik, tiada kata suram lagi yang mendominasi pikiran Shuu. Seolah dia sekarang sudah memancarkan energi positif di sekitarnya, ia sekarang bisa tersenyum tipis.
“Lalu, apakah aku boleh bertanya satu hal kepadamu?” tanya Chihiro, setelah jeda beberapa kemudian mereka memutuskan kembali lanjut berjalan.
Langkah kaki Shuu terhenti sejenak, ia merasa tidak nyaman kalau dia berbicara sambil berjalan. Alhasil, ia memberhentikan langkah kakinya sendiri, dan mulai mendengarkan apa yang ingin ditanyakan oleh temannya ini. “Boleh, memangnya mau bertanya tentang apa?” Shuu balik bertanya.
“Mengenai Inaya-senpai, aku merasa kalau saat Sato-kun menjelaskan tentang dirinya, Kaitosawa-kun tidak terlalu kaget.” Chihiro mulai penasaran mulai bertanya demikian.
Shuu mengusap bagian belakang lehernya. “Ah, itu. Sepupuku dari sebelah keluarga Ayah, Shika, dia memiliki kekasih yang Ayahnya orang Indonesia. Jadi, sesuatu yang seperti itu tidak lagi membuatku terkejut, dan kalau terkejut mungkin bagian pertukaran pelajar dan beasiswa. Menurutku itu cukup keren! Chi-chan tahu, aku sampai bingung harus merespons seperti apa tadi.” Shuu melukis senyum lebar.
Mendengarkan penjelasan dari Shuu secara seksama membuatnya melantunkan tawanya secara langsung. Tidak menduga kalau pernah ada orang Indonesia yang berada dalam lingkungan temannya ini. “Aku setuju, Inaya-senpai sangat keren bisa mendapatkan beasiswa serta melakukan pertukaran pelajar ke negara kita.”
“Berarti, dirinya itu sangat pintar, bukan? Sungguh pantas jika berhasil mendapatkan beasiswa seperti itu.”
Keduanya mengumbar senyum antara satu sama lain. Tak lama kemudian menjadi mengutarakan tawa yang perlahan tetapi pasti, menemani mereka sampai akhirnya tiba di kamar asrama masing-masing. Saat itu, Shuu satu kamar dengan temannya yang tadi harus pulang mengunjungi sang Ibu, Sato Kaname. Namun, sekarang dia hanya sendiri berhubung, sosok itu tidak bersamanya sekarang.
“Aku semakin penasaran dengan wanita itu.”
To Be Continued.