Candy.
Yotsuba Tamaki × Reader. #IDOLiSH7 Fanfiction.
Day 1 of #SimpTember 2021.
Lumer dimulut bersamaan terasa manis disekitar, tidak pernah luntur senyuman mengambang disana. Helai menghiasi di mana mahkota kepala berada tertiup oleh irama khas dari angin.
Menikmati sesuatu dihadapan yang sedari tersenyum, melupakan apa yang telah terjadi.
“Permennya meleleh dimulut,” menutup mulut, dalam sesaat ucapan terlontar.
Menandakan bahwa Ia telah larut dalam dunianya sendiri selalu saja, sudut bibir ikut membentuk senyum. Melupakan segala kejadian hanyut dalam kesukaan, berpikir bagaimana bisa semanis ini.
“[Nickname]!” Panggilan pun tak didengar benar-benar larut dalam dunia sendiri. Tangan menepuk bahu malah sontak kaget, yang diperlihatkan.
Padahal sudah dipanggil maka, jadilah seperti sekarang. Mengatur napas tuk mencoba sedikit lebih tenang.
Manik senada melirik di mana bahu tersentuh. Menangkap keberadaan yang cukup dikenal, jari mengaruk-garuk pipinya tak gatal, “[Nickname] tadi dipanggil tidak mendengarkan.”
Rasa ingin mengutuk diri sendiri tapi tak berkenan, kini memperlihatkan ekspresi membingungkan.
“Err, maaf. Ada apa memangnya, Tamaki-san?” Tidak percaya dengan pertanyaan balik, mau tak mau yang mendengar harus menjawab.
Napas kasar diambil guna menstabilkan pikiran pemilik helai biru muda itu. “Apa kau melupakannya?”
Sebelum menjawab, dia ingin memastikan sekali lagi. Memijit pelan dahi, mencari tahu apa yang telah dilupakan.
Butuh beberapa saat setelah semua yang terjadi mengerti apa yang sudah Ia lupakan. “Padahal [Nickname] sendiri yang memintaku untuk melakukannya bersamamu.”
Terdengar lirih namun yang pasti, ekspresi sedih tertuang pada rautnya. Menganga tak percaya melupakan fakta bahwa, Tamaki sendiri terkadang membuat ucapan yang mendengarnya salah paham.
“Tapi kau sudah melakukan semuanya sendiri, apa kau benar-benar mengajakku?”
Tidak bisa berpikir dengan jernih karena ucapan tersebut, membuat dia terdiam sesaat.
Tangan malah seenaknya bermain diatas kepala Tamaki bahkan, ekspresi kaget bisa terlihat jelas sekarang.
“Ahaha, aku baru ingat kalau mengajak dirimu, Tamaki-san. Aku benar-benar minta maaf ....” Menjauhkan tangan dari kepala, Tamaki memegang tangannya.
“[Nickname] kenapa minta maaf? Lagipula, [Nickname] kalau sudah berhadapan dengan kesukaan, semua pasti dilupakan.” Menusuk tapi kebenaran itu adalah kenyataan.
Tangan masih dipegang oleh Tamaki, dia menggeret [Name] secara tak sadar. “Tamaki-san!” peringat [Name] segera, yang memegang tangan itu menoleh ke arahnya.
Mendengar nama terpanggil, [Name] memberi gerakan ringan pada tangan yang dipegang. Sontak melepaskan dan berkata, “Ah ... maaf.”
Mengelengkan kepala tidak ingin waktu hanya dipergunakan untuk sekedar pemintaan maaf. “Tidak masalah, tapi ... aku akan dibawa ke mana?” tanya [Name] mencoba mengerti dari pergerakan tiba-tiba dirinya.
Tamaki terdiam sesaat dan mulai berujar, “Aku ingin mengajak [Nickname] pergi ke toko permen. Itu kesukaanmu, bukan?”
Menetapkan senyum puas, Tamaki mengatakan seraya mencoba mencari kebenarannya.
Senyuman khas dalam pandangan irisnya, membuat pemilik nama panggilan yang ditanya itu menangguk pelan.
“Permen itu manis sekali! Terutama cokelat, rasanya lumer dalam mulut. Nanti Tamaki-san mau mencobanya juga?”
Netra biru muda Tamaki berbinar. “He, seenak itu ya. Oh! Bagaimana kalau kita kreasikan permen dengan Ousama Pudding?” langung saja menyambar setelah ucapan tadi didengar, “Apa boleh seperti itu?” [Name] mengangguk.
Dia ingin merasakan bagaimana perpaduannya jikalau memang mungkin.
Tanpa sadar sudah berpergian menuju toko di mana tempat yang mereka tuju sebelumnya, sebuah toko permen. “Naa, [Nickname] bagaimana kalau yang ini?”
Tangannya menyodorkan beberapa permen, yang diambil dari tempat tersedia. Lantas memberikannya kepada [Name], sedangkan [Name] yang melihatnya mengangguk kecil.
“Boleh saja, sudah semuanya bukan?” Bertanya memastikan tidak ada yang terlupakan.
Tamaki menangguk semangat, “Kalau [Nickname] bagaimana, sudah?” Bergantian tuk bertanya, dan dibalas kembali oleh anggukan. “Baiklah! Waktunya membeli Ousama Pudding.”
Tak pernah luntur semangat dari rautnya bila, sudah berhubungan dengan surga dunia dia.
Berada di taman keduanya melakukan eksperimen terhadap permen dan Ousama Pudding yang telah dibeli. “Uwah! Enak sekali, [Nickname]. Benar-benar seperti perkataanmu, ini manis.”
Tampak menikmati secara keseluruhan sesaat, tangan [Name] mengusap sedikit wajah Tamaki.
Terdapat noda bekas campuran Ousama Pudding maupun permen. “Ada apa?” Menyadari bahwa sebuah jari mengusap bagian dekat mulut wajahnya.
[Name] memperlihatkan ujung jari bekas usapan noda, yang ternyata berasal dari dirinya.
“Makannya pelan-pelan, mengerti?” Sebelum tangan dialihkan, Tamaki menangkap pergelangan tangan dan memasukan sedikit jari bekas noda tersebut, ke dalam mulut.
Kaget bukan main langsung saja, [Name] menjauhkan tangannya.
“Oh, maaf.” Kembali dimasukan yang sebelumnya berada pada tangan yang lain, itulah permennya.
“Mikki bilang jangan membuang-buang makanan,” jawabnya seakan mengerti maksud tatapan dari [Name], kenapa Ia berbuat seperti itu?
Helaan napas panjang, tidak ada kesalahan juga menjilat tangan bila ada nodanya. Tapi yang seperti ini? Mari abaikan itu dahulu, [Name] mencoba memahami perkataan Tamaki.
“Tapi, jangan menjilat tanganku ..., itu agak bagaimana ya.”
Mengalihkan pandangan dari Tamaki, membuat dahinya mengerut. “Apa [Nickname] marah padaku?” Bingung membalas, menetralkan kondisi saat ini.
Mulai kembali menatap Tamaki dan menggelengkan kepala, “Tidak. Tapi, bagaimana dengan jadwal pemotretanmu sekarang?”
Mengalihkan topik pembicaraan, sepertinya hanya itu solusi yang paling bagus.
“Hm? Kata Sou-chan sekitar jam tiga. Ngomong-ngomong, ini jam berapa [Nickname]?” Tamaki mengalihkan pandangan ke tangannya dimana Ousama Pudding masih tersedia.
“Sudah jam dua, perlu aku antar sekarang? Kebetulan, aku perlu menitipkan sesuatu dengan Sogo-san.”
Tamaki sedikit kaget, “Tidak apa-apa? Tunggu, apakah [Nickname] akan bicara pada Sou-chan aku makan Ousama Pudding berlebihan juga?”
Tamaki menatap [Name] tajam sedangkan yang ditanya, menggelengkan kepala.
“Tidak akan, kok. Bukannya hari itu aku sudah berbicara akan berpergian dengan Tamaki-san juga?” Berbalik tanya, Tamaki mengangguk pelan.
“Benar juga tapi sebelum itu, aku akan menghabiskan Ousama Pudding dulu boleh, 'kan?”
[Name] mengangukinya. “Baiklah, aku akan menunggu.” Terlihat sangat menikmati, sebuah senyum kecil tak jelas dilihat namun pasti adanya.
Ketika melihat Tamaki yang memakan itu sepertimelihat diri sendiri. Seolah lupa dengan sekitar dan asik dalam dunia sendiri.
Sesuai kata Tamaki, 'kalau sudah berhadapan dengan kesukaan, semua pasti dilupakan, huh?
Sial, manis juga dia.