“Ai-kun, Berbeda!”
Shiratori Aira × Idol! Female Reader. Story Request!
Things are different when it comes to you. written by @faudiaryza (Rein).
#FanfictionArchives. #EnsembleStars © Happy Elements.
Kehidupan Idola tak semudah yang dikira. Inilah cerita seorang gadis yang tengah merana. Sebutlah ia adalah [Full Name].
Singkat deskripsi hidup, ada suatu fakta yang selalu tertahankan. Dia mengidap phobia terhadap seseorang yang berjenis kelamin pria.
Entah karena apa, tidak ada yang pernah mengetahuinya. Sebab, gadis belia ini tidak akan segan untuk menolak segala macam, bila sudah berhubungan dengan laki-laki manapun.
Terkecuali, pacarnya sih. Dia masih normal kok, sungguh.
Hanya saja, menurut pandangan dia mungkin jika laki-laki tersebut tidak mempunyai kesan menakutkan, menyeramkan ataupun lainnya. Oh, itu sama saja. Dia tidak akan kabur.
Yap, sering dikatakan oleh Manager-nya bahwa ia, akan segera kabur, bila mendapati orang yang menakutkan bagaimana caranya akan dilakukan. Tentu saja, agar segera melarikan diri dari sosok yang paling menyeramkan bagi dia.
Tidak hanya hal itu, lelaki tampan pun biasa kerap kali dihadapan dia akan segera kabur entah ke mana. Kasihan Manager-nya, tapi tak perlu khawatir akibat Manager sudah paham bagaimana kelakukannya.
Terlebih tempat persembunyian dia, sewaktu keburu kabur melarikan diri. “Manager, Manager. Boleh [Nickname] pergi mengunjungi Ai-kun?”
Membuyarkan lamunan sang Manager, dilihatnya sosok yang tak pernah menyerah bertemu dengan kekasih pujaan hati. Padahal sudah beberapa kali dibilang, terdapat banyak lelaki di sana.
“[Name]-san, apa dirimu tidak ingat dengan phobia mu? Aku khawatir, setelah kesana dirimu akan pingsan lagi.”
“Aku tidak lupa! Err, Manager kan akan selalu ada disampingku, jadi untuk apa aku takut?”
Siapa yang tak luluh manatap nanar sengaja yang dibuat manis seperti ini, Manager seperti dia turut mendesah lama. Tangan pun mulai mengusap kening, secara perlahan.
“Aku tidak bisa selamanya berada disampingmu, [Name]-san.“
“Huh, wakatta. Aku akan pergi, sampai nanti~♪”
Menatap kepergian sosok-nya, membuat sang Manager menggeleng-gelengkan kepala sesekali. Tak jarang, dia mendapatkan perlakuan seperti ini dari figur tersebut.
“Syukurlah jadwal [Name]-san, bukan sekarang. Kalau sekarang, repot jadinya. Lagipula dia sudah pergi ke Agensi itu,” gumam sang Manager, seraya menghela napas panjang.
Hingga telah sampai ke Ensemble Square yang dituju, di mana kini sang kekasih menjadi Idola juga di tempat sana. Senyumnya meluntur, ketika melihat penampakan yang terlalu ramai dilihat oleh manik matanya.
Itu adalah para staf yang sedang bekerja, maupun mereka para Idola yang akan bersiap-siap untuk tampil segera.
“Oh, [Name]!”
Tidak, itu bukanlah orang yang [Name] cari, tetapi dia akan memasang sikap waspada. Siapa tahu akan terjadi sesuatu pada dirinya. Bahkan, sedikit keadaannya saat ini dikatakan sedang berada pose tak bisa bergerak sama sekali.
Akibat terlalu kaget, bercampur menahan ketakutannya akan beraksi sekarang. “Hi–Hiiro-kun?”
Sedikit terbata, hingga akhirnya penampakan yang ternyata benar dialah orangnya, mencoba berdiri dihadapan. Selain membuat jantung nya berpacu lebih cepat.
Dia mencoba untuk jaga jarak sekarang. “Ahaha, benar. Tunggu, [Name] kenapa menjauh?” tanyanya mencoba menyelidiki kenapa sosok dihadapan dia ini, malah demikian.
Walau sudah beberapa kali bertemu, tetap saja menjaga jarak. Lantas pemuda surai merah tua yang agak cerah itu, mengernyitkan asli kebingungan. Padahal, sudah diberitahukan, tentang phobia yang diidap oleh [Name].
“Aa, tidak apa-apa, seperti ini saja. Err Hiiro-kun, apakah Ai-kun ada di Agensi?” tanya [Name] masih sedikit takut.
Memegang dagu, selayaknya orang sedang berpikir maksud dari nama tersebut yang membingungkan dirinya. Dengan cepat [Name] mengatakan, “Tidak, maksudku Aira-kun!”
“Ai-kun? Aira-kun? Aa, Sou! Ada kok, ingin aku antar ke dalam? Santai saja, tak apa!”
. Bagaimana [Name] bisa santai, jikalau terdapat banyak lelaki di tempat ini? Walau ada seorang perempuan sebagai Produser di sini, tetap saja ia cukup canggung terhadapnya.
“Tidak apa-apa, 'kan?” lanjut [Name].
“Umu!”
Masih tak bisa dengan keadaan demikian, tubuh [Name] juga sempat gemetaran. Menggigit bibir bawah, mencoba menahan sedikit lagi. Hingga akhirnya.
“Ai-kun!” seru gadis tersebut.
Mendengar suara yang tidak asing, begitu pula dengan panggilan yang khas membuat pemilik nama menoleh. Tangan menunjuk sang gadis, dengan ekspresi yang bisa dibayangkan sendiri.
“Uwah! [Name]-san, sudah aku beritahu, bukan?”
Seraya tangan kiri bertumpu pada bagian kepala, dia duduk sambil menatap dengan keadaan memiringkan kepala terhadap sang empu dihadapan.
“Hehe, maaf. Tapi, aku rindu Ai-kun!” jawab cepat [Name] seraya tangan memainkan jari-jemarinya sendiri.
Memerah wajahnya karena malu, keduanya tetap saling pandang. Sedangkan, Hiiro yang tidak dipedulikan tampak melihat kebingungan, dengan apa yang sedang terjadi diantara keduanya.
“Ah, Hiiro-kun maaf merepotkan dirimu. Terima kasih sudah membantu [Name]-san,” sahut lelaki surai pirang mencoba mengalihkan perhatian, ke arah yang terlupakan.
Sungguh, kasihan. Tapi, mohon dimaafkan ya. Walau masih mencerna apa yang terjadi.
“Tidak perlu khawatir, senang membantu! Walau aku tidak tahu pada awalnya, kalau yang [Name] cari adalah Aira.”
“Ahaha, ya begitu … [Name]-san, kebiasaan.”
Hiiro sudah tak lagi berada disana, dia segera pergi berniat tidak ingin mengganggu percakapan, mungkin? Ucapan pada kalimat terakhir, mulai dikatakan setelah kepergiannya Hiiro.
“Huh, memang apa salahku?” [Name] menuntut jawaban dari maksud perkataan dari sosok dihadapannya dia.
Menghela napas pelan, menetralkan sedikit kekesalan. Sedikit melunak mencoba memadamkan amarah sang gadis dihadapan, “Tapi 'kan [Name]-san sendiri tahu, kalau panggilan itu membuat yang lain bingung. Kalau nanti [Name]-san ada apa-apa lagi, bagaimana?”
Menggaruk-garuk tak gatal, perlu diketahui ini bukan pertama kali, karena sudah katakan beberapa kali. “Ugh, karena Ai-kun berbeda!”
Terdiam oleh pernyataan tersebut, entah kenapa melihat sosok dihadapan sedikit memerah wajahnya, Aira sendiri kebingungan akan apa. Sebab, kata-kata baru saja yang didengar olehnya, membuat diri sedikit menghangat.
Tangan terulur mengelus surai milik [Name], sedikit reaksi kaget dari [Name], mencoba menyembunyikan rasa malu-malu. Aira mengulas senyum tipis dengan sedikit rona merah menghiasi.
“Tetapi syukurlah, [Name]-san baik-baik saja.”
— Fin.